Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah, DPR, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam sidang uji materi UU Penodaan Agama menyatakan, para pemohon uji materi sama sekali tidak dirugikan hak konstitusionalnya dengan diberlakukannya UU tersebut.
"Kami meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara ini," kata Menteri Agama Suryadharma Ali dalam sidang uji materi UU Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama Nomor 1/PNPS/1965 di Gedung MK di Jakarta, Kamis.
Senada dengan Menag, anggota DPR RI Chairuman Harahap, dalam keterangannya yang mewakili pihak legislatif mengingatkan bahwa pihak pemohon uji materi tidak memiliki kedudukan hukum.
Tim Kuasa hukum MUI, Lutfi Hakim, memaparkan, para pemohon dinilai tidak memiliki kedudukan hukum karena tidak terdapat kerugian konstitusional dari pemohon yang bersifat spesifik atau potensial akan terjadi di masa mendatang.
Lutfi mencontohkan, salah satu pemohon adalah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang telah berdiri sejak 1971.
"YLBHI sejak 1971 tidak pernah dirugikan misalnya mendapat peringatan keras atau para pegawainya diadili berdasarkan karena UU No 1/PNPS/1965," katanya.
Menurut dia, merupakan suatu argumentasi yang bertentangan dengan penalaran yang wajar bila setelah puluhan tahun berlalu maka YLBHI mengatakan bahwa hak konstitusional yayasan itu terlanggar oleh UU tersebut.
Apalagi, dari berbagai LSM dan yayasan yang mengajukan uji materi tersebut, sama sekali tidak ada yang bergerak secara khusus di bidang keagamaan.
Selain YLBHI, pihak lain yang mengujimaterikan UU No 1/PNPS/1965 adalah LSM Imparsial, Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (ELSAM), Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Perkumpulan Pusat Studi HAM dan Demokrasi (Demos), Perkumpulan Masyarakat Setara, dan Yayasan Desantara.
Sedangkan individu yang mengajukan uji materi tersebut adalah KH Abdurrahman Wahid (alm), Prof Dr Musdah Mulia, Prof M Dawam Rahardjo, dan KH Maman Imanul Haq.
Para pemohon berargumen bahwa Pasal 1, Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 3, dan Pasal 4 dari UU No 1/PNPS/1965 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat 91), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 28I ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 29 ayat (2) UUD 1945.
Menurut para pemohon, pasal-pasal dalam UU No 1/PNPS/1965 menunjukkan adanya kebijakan yang diskriminatif antaragama, bertentangan dengan prinsip toleransi, keragaman, dan pemikiran terbuka, membatasi serta bertentangan dengan jaminan kebebasan beragama seperti yang terdapat dalam UUD 1945.
(M040/B010)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010