Jakarta (ANTARA News) - PT Pertamina (Persero) mengungkapkan, pihaknya menunggu keputusan hukum berkekuatan tetap sebelum menyelesaikan sengketa pajak dengan Ditjen Pajak Kemkeu.

Direktur Keuangan Pertamina Ferederick Siahaan sebelum rapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Kamis menjelaskan, persoalan pajak tersebut bukanlah tunggakan, namun dalam sengketa di Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung.

"Jadi, kami tunggu keputusan hukumnya dulu sebelum menyelesaikan. Apakah kami harus membayar atau malah dibayar," katanya.

Menurut dia, sengketa pajak tersebut menyangkut pajak pertambahan nilai (PPN) retensi dan pajak penghasilan (PPh) badan.

Ia mengatakan, sengketa PPN retensi muncul saat Pertamina belum menjadi perseroan terbatas (PT) pada 2002.

"Sebelum 2002, kami juga menjalankan fungsi regulasi sebagaimana halnya BP Migas sekarang. Sesuai peran itu, kami mendapat fee yang dinamakan PPN retensi. Saat ini, statusnya kami banding ke Mahkamah Agung," katanya.

Menurut dia, nilai sengketa PPN retensi tersebut mencapai Rp600 miliar yang timbul tahun 2002 dan 2003.

Sedang, sengketa PPh badan terjadi pada 2003-2005 yang saat ini statusnya masih di Pengadilan Pajak.

Frederick mengatakan, dalam sengketa ini, Ditjen Pajak menyatakan Pertamina kurang bayar. "Namun, kami sebaliknya, Pertamina lebih bayar ke pemerintah," katanya.

Ia merinci, pada 2003, Ditjen Pajak mengklaim Pertamina kekurangan bayar Rp40 miliar, namun Pertamina kelebihan bayar Rp360 miliar.

Pada 2004, Ditjen Pajak mengklaim Pertamina kekurangan bayar Rp1,1 triliun, namun Pertamina kelebihan bayar Rp400 miliar.

Terakhir, pada 2005, Ditjen Pajak mengklaim Pertamina kekurangan bayar Rp1,8 triliun, namun Pertamina kelebihan bayar Rp1,9 triliun.

"Secara total, kami menghitung Pertamina sampai tahun 2008 kelebihan pembayaran pajak mencapai Rp13.8 triliun," katanya.
(K007/B010)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010