London (ANTARA News) - Indonesia dan negara-negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) lainnya akan terus berupaya mendorong penyelesaian perundingan Putaran Doha di WTO yang menguntungkan semua pihak.
"Hal ini mengingat pentingnya peningkatan iklim dunia usaha," ujar Duta Besar/Deputi Wakil Tetap RI untuk WTO di Jenewa, Erwidodo, dalam keterangan yang diterima ANTARA London, Rabu.
Dikatakannya, hal itu merupakan intisari dari hasil pertemuan bilateral Menteri Perdagangan RI, Mari Elka Pangestu, dengan beberapa mitra di sela-sela World Economic Forum, Davos, Swiss.
Mendag RI antara lain bertemu dengan Presiden Swiss Doris Leuthard, Mendag Australia Simon Crean, Menteri Transportasi India Kamal Nath, Dirjen WTO Pascal Lamy, Undersecretary Kemlu AS Robert Hormats, serta berbagai CEO perusahaan multinasional.
Pada kesempatan tersebut, Mendag RI menyampaikan komitmen untuk terus memimpin G-33 guna menyumbang kemajuan pada perundingan sektor pertanian.
Untuk menepis tuduhan bahwa G-33 menjadi sandungan utama penyelesaian perundingan Putaran Doha, Indonesia akan terus mendorong intensifikasi pembahasan di tingkat teknis antara G-33 dengan kelompok negara eksportir seperti Cairns Group dan G-20.
Indonesia menempati posisi penting karena merupakan anggota dari ketiga forum yang berbeda kepentingan tersebut, ujar Dubes.
Untuk menjawab kekhawatiran instrumen "special safeguard mechanism" (SSM) yang diperjuangkan G-33 akan menghambat perdagangan dunia, Indonesia atas nama G-33 telah menyampaikan ke Sekretariat WTO paper yang berisi sumbang pikir tentang arsitektur SSM yang dapat diterima semua pihak.
Paper ini dilengkapi sejumlah hasil analisis tentang elemen-elemen teknis arsitektur SSM agar semua pihak dapat lebih obyektif dan matang melihat permasalahan perundingan.
Dalam penjelasan kepada beberapa mitra, Mendag RI menyatakan pentingnya membentuk instrumen SSM yang efektif melindungi negara berkembang dari lonjakan impor yang menghancurkan sektor pertanian.
Di lain pihak, perlu ditemukan formula guna memastikan bahwa SSM tidak disalahgunakan sebagai alat proteksionisme.
Beberapa menteri di Davos memandang pembahasan SSM secara teknis sebagai salah satu kunci penyelesaian perundingan pertanian dan Putaran Doha secara keseluruhan.
Jika perundingan teknis selesai, para menteri dan leaders khususnya dalam kerangka KTT G-20 diperkirakan akan lebih mudah mendorong kesepakatan Doha secepatnya.
Indonesia menjadi Ketua G-33 sebagai kelompok beranggotakan 46 negara berkembang yang memperjuangkan perlindungan terhadap petani negara berkembang yang dirugikan oleh penurunan harga atau lonjakan volume impor.
Dengan demikian negara berkembang akan memiliki kesempatan menata diri dalam rangka ketahanan pangan, "livelihood security" dan pembangunan pedesaan.
Untuk memonitor kemajuan perundingan yang dicapai di Jenewa, para menteri dan pejabat tinggi dari sekitar 20 negara kunci di WTO melakukan pertemuan di Davos pada 30 Januari lalu.(ZG/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010