Seoul (ANTARA News/Yonhap-OANA) - Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Yu Myung-hwan, pada Rabu mengatakan perlucutan nuklir akan menjadi topik penting konferensi tingkat tinggi (KTT) mendatang, antara pemimpin Korea Selatan dan Korea Utara.
Ini merupakan materi yang jarang dibahas antara kedua negara, di luar perundingan nuklir enam negara.
"Sikap dasar pemerintah adalah bahwa kami bisa menyelenggarakan KTT Selatan-Utara kapan saja, sepanjang hal itu sejalan dengan prinsip-prinsip kami, dan akan membantu memecahkan masalah nuklir Korea Utara," kata Menteri Yu dalam wawancara dengan jaringan berita kabel setempat, YTN.
Pernyataan itu muncul sehari setelah Presiden Lee Myung-bak mengatakan, pemerintahnya tidak akan membayar harga berapapun untuk pertemuan dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-Il.
Itu berarti akan ada konsesi-konsesi yang tidak direncanakan sebelumnya kepada negara komunis tersebut, dalam pertukaran untuk kesepakatannya terhadap KTT antar-Korea.
Pemimpin Korea Utara mengadakan KTT pada tahun 2000 dan 2007, dengan Presiden Korea Selatan Kim Dae-jung dan Roh Moo-hyun.
Pertemuan puncak kedua pihak disambut sebagai perubahan bersejarah dalam hubungan antara kedua Korea, yang secara teknik masih dalam keadaan perang sejak Perang Korea 1950-1953 berakhir.
Mereka juga dikaitkan oleh pembayaran tunai dalam jumlah besar dan bantuan ekonomi yang dikirimkan oleh Seoul.
Menlu itu mengatakan, perundingan-perundingan mendatang tentang penyelesaian perang Korea secara resmi hendaknya dipimpin oleh kedua Korea bersama Amerika Serikat dan China, yang juga terlibat perang dan negara-negara yang relevan.
Korea Utara bulan lalu mengatakan, pihaknya tidak akan kembali ke perundingan enam negara mengenai program nuklir, sampai dimulainya perundingan-perundingan untuk perjanjian perdamaian, untuk menggantikan gencatan senjata Korea 1953 dan pencabutan sanksi-sanksi yang dikenakan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Yu menambahkan lagi, pencabutan sanksi-sanksi PBB tidak akan mungkin dilakukan sampai Korea Utara kembali ke perundingan nuklir enam negara, yang terakhir diadakan pada Desember 2008, dan membuat kemajuan penting ke arah denuklirisasi.
"AS atau suatu negara lain tidak dapat memutuskan secara sepihak pencabutan sanksi-sanksi itu karena, menurut resolusi Dewan Keamanan PBB, pertama-tama harus ada kemajuan dalam perlucutan nuklir (Korea Utara) untuk mengurangi atau mencabut sanksi-sanksi tersebut," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010