Jakarta (ANTARA News) - Pencapaian program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu II dinilai tidak nyata karena hanya berupa rencana aksi yang belum diimplementasi.
"Pemerintah selalu melihat pencapaian dari `check list` administratif. `Blue print` yang sudah jadi itu dianggap berhasil. Padahal masyarakat tidak bisa melihat itu, yang dilihat realisasinya bagaimana," kata Peneliti senior The Habibie Centre, Umar Juoro dalam diskusi bertema 100 hari SBY dan Arah Ekonomi Indonesia di Jakarta, Selasa malam.
Umar memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan berkisar pada angka enam persen saja jika pemerintah tidak segera mengambil langkah konkrit.
"Akan susah untuk tumbuh di atas itu (6 persen) karena butuh langkah yang lebih konkrit yaitu bagaimana masyarakat bisa mendapat manfaat (dari pertumbuhan ekonomi) kalau tidak nanti akan memciptakan `social gap`," tuturnya.
Staf ahli Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan tanpa realisasi pembenahan infrastruktur maka pertumbuhan ekonomi Indonesia maksimal hanya akan mencapai 6,5 persen saja.
"Langkah ke arah pembenahan infrastruktur belum terlihat di 100 hari pertama," ujarnya.
Chatib mengingatkan konsep pembenahan infrastruktur sebenarnya sudah lengkap hingga ditingkat Undang-undang. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya berani mulai merealisasikan programnya.
"Pada level konsep sudah lengkap, pemerintah tinggal harus berani. UU-nya sudah ada, resikonya harus diambil kalau tidak, tidak akan bisa jalan. Persoalannya bukan lagi pada level konsep tapi implementasi," tuturnya.
Ia mencontohkan adanya aturan land capping yang melarang orang menaikkan harga tanah yang akan dijual untuk proyek infrastruktur.
Meski demikian, Chatib mencatat beberapa keberhasilan yang dicapai pemerintah yaitu dibukanya layanan empat pelabuhan selama 24 jam seminggu dan beroperasinya National Single Window (NSW).(E014/A024)
Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010