Jakarta (ANTARA News) - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abas Muin menyatakan, ketua umum tanfidziyah PBNU mendatang sebaiknya bukan pemilik atau dari kalangan pesantren agar bisa mengabdi secara utuh tanpa terganggu konflik kepentingan.

Ketua umum tanfidziyah PBNU (biasa hanya disebut ketua umum PBNU, Red)

"Kalau memiliki pesantren, siapa saja, akan sangat manusiawi jika mendahulukan pesantrennya sendiri," katanya di Jakarta, Selasa.

Padahal, lanjutnya, sebagai pemimpin operasional NU, tugas yang diemban ketua umum sangat banyak, di antaranya adalah mengembangkan aset milik organisasi maupun warga NU yang meliputi sekolah, madrasah, pesantren, masjid, dan lembaga layanan masyarakat lainnya.

Menurutnya, kriteria serupa juga perlu diberlakukan bagi para ketua wilayah dan cabang NU, yang notabene saat ini banyak juga dijabat oleh pemilik atau pengasuh pesantren.

Meski demikian, lanjutnya, seorang ketua umum atau ketua wilayah dan cabang NU tetap wajib memiliki pengetahuan agama yang mumpuni mengingat NU merupakan organisasi para ulama.

Sementara untuk jajaran syuriah atau syura, menurut Abas, sebaiknya tetap dipegang oleh para ulama pesantren karena peranan mereka sebagai simbol.

"Tugas mereka (syuriah, Red) bukan operasional, tetapi sebagai penentu dan pengawas kebijakan yang dilakukan oleh ketua tanfidziyah,," katanya.

Menjelang Muktamar NU ke-32 di Makassar pada 22-27 Maret 2010, selain mulai ramai dengan bursa kandidat rais aam (pemimpin tertinggi NU yang berkedudukan di lembaga syuriah, Red) dan ketua umum PBNU, juga muncul wacana penguatan lembaga syuriah sebagai pengendali utama organisasi.

Sementara lembaga tanfidziyah selaku pelaksana di tingkat operasional, terutama di tingkat pimpinan, diusulkan untuk diisi orang-orang yang memiliki kemampuan manajerial yang memadai. (S024/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010