Surabaya (ANTARA News) - Siapa bilang seorang loper koran tidak bisa sekolah tinggi? Buktinya adalah staf ahli Menkominfo bidang media massa, yakni Dr Henri Subiakto, SH, MA.
"Saya memang pernah jadi loper koran, termasuk mengantarkan ke rumah Pak Ramlan (Prof. Ramlan Surbakti, PhD, adalah promotor dalam ujian doktor bagi Henri Subiakto)," tutur Henri di Surabaya, Selasa.
Ungkapan pria kelahiran Yogyakarta 29 Maret 1963 itu mengomentari pernyataan Prof L Dyson selaku pemimpin sidang ujian terbuka doktor di Pascasarjana Unair Surabaya.
Hal itu juga sempat disinggung penyanggah lain dalam ujian terbuka itu. Henri Subiakto dinilai memiliki posisi lengkap mulai dari loper, dosen komunikasi, konsultan media massa, hingga pejabat pemerintahan di Kemenkominfo.
Ketua Dewan Pengawas (Dewas) Perum LKBN ANTARA itu mengaku dirinya menjadi agen koran sejak tahun 1989 hingga sekarang.
"Sebagai agen koran, saya sering menggantikan loper yang berhalangan, tapi saya menyelaminya. Loper itu penting, karena koran tidak akan pernah terbit tanpa peran loper," kilahnya.
Karena profesi sebagai loper koran itu, dosen Ilmu Komunikasi di Unair sejak tahun 1988 itu pun menjadi paham trik seorang loper.
"Saya paham trik mereka, bagaimana seorang loper koran itu mengirim koran, apakah dilempar ke teras atau dimasukkan kotak pos. Kalau ke rumah Pak Ramlan harus dimasukkan kotak pos, karena kalau ke teras akan dibuang anjingnya," ucapnya.
Namun, alumnus S1 Ilmu Komunikasi di UGM Yogyakarta itu melanjutkan studi Magister (S2) Ilmu Komunikasi di UI dan akhirnya menjadi dosen di Unair Surabaya sejak tahun 1988.
Setelah itu, peneliti di FISIP Unair Surabaya yang pernah menjadi Direktur Media Watch (Lembaga Konsumen Media) dan Ombudsman Jawa Pos Grup itu akhirnya melanjutkan studi S3 di Unair.
Dengan disertasi bertajuk "Kontestasi Wacana Tentang Sistem Penyiaran yang Demokratis Pasca Orde Baru: Analisis Konstruksi Sosial Relasi Negara, Industri, Penyiaran, dan Civil Society" itu, Henri pun meraih predikat "Sangat Memuaskan" dalam ujian terbuka doktor di Pascasarjana Unair.
Penerima sejumlah program beasiswa dari Amerika, Australia, dan Korea Selatan itu membuktikan loper koran pun bisa menjadi doktor. Henri sendiri tercatat sebagai doktor ke-1.172 di Unair dan ke-113 di FISIP Unair.(E011/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010