Jakarta, 2/2 (ANTARA) - Hampir seluruh produk perikanan asal Indonesia yang memasuki pasar Cina pada tahun 2010 ini diturunkan tarif bea masuknya menjadi nol persen dari tarif normal sekitar 17,5 persen. Demikian disampaikan, "Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP), Fadel Muhammad" pada Rapat Kerja (Raker)dengan Komisi IV DPR kemaren (1/2).Penurunan tarif tersebut diperoleh dari kesepakatan yang tertuang dalam "ASEAN - Cina Free Trade Agreement" (ACFTA).

Fadel menambahkan, reduksi tarif bea masuk untuk produk perikanan ini diharapkan akan memperlancar arus barang produk perikanan antar negara-negara ASEAN dan Cina. Produk-produk perikanan yang masuk dalam kategori direduksi tarif bea masuknya ada yang diberlakukan sejak tahun 2006, antara lain adalah ikan hidup, ikan beku, dingin dan beku atau produk dengan kode HS 03.

Kategori produk-produk ini disebut sebagai produk yang diperjanjikan melalui skema "Early Harvest Programme"(EHP). Reduksi tarif bea masuk produk perikanan antar ASEAN dan Cina tersebut mendahului sektor-sektor lainnya yang baru diimplementasikan pada tahun 2010.

Dalam perjanjian perdagangan barang ACFTA, pengurangan tarif barang lainnya dibagi menjadi dua kategori yakni "normal track"dan"sensitive track"
di luar EHP. Untuk produk yang termasuk dalam "normal track tariff,"pengurangan bea masuk menjadi nol persen dilakukan mulai tahun 2010, sementara untuk "sensitive track list," terdapat empat produk perikanan yakni udang olahan yang pengurangannya baru akan diberlakukan pada tahun 2018. Selain produk perikanan yang dimasukan ke dalam "sensitive" tersebut, terdapat lima produk perikanan yang masuk ke dalam skema "normal track 2" seperti mutiara dan minyak hati ikan.Kelima produk tersebut pengurangan tarif bea masuknya baru akan diberlakukan pada tahun 2012.

Dengan kata lain, pelaksanaan ACFTA untuk sektor perikanan berdampak pada peningkatan perdagangan dan penurunan tarif bea masuk serta kerjasama investasi. Sebagai ilustrasi, tahun 2009 lalu nilai ekspor perdagangan produk perikanan ke Cina diperkirakan sebesar 100,4 juta USD dan nilai impor sebesar 28,8 juta USD. Sedangkan rata-rata kenaikan nilai ekspor produk perikanan ke Cina tahun 2006 - 2008 adalah sebesar 67,4 persen dan nilai impor sebesar 71,3 persen.

Dalam rangka mengurangi dampak negatif dari pelaksanaan ACFTA bagi produk perikanan dibutuhkan adanya peningkatan pengawasan dan pengendalian impor melalui penyusunan peraturan menteri mengenai pengendalian sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan, tegas Fadel.

Selain itu, Menteri Kelautan dan Perikanan bersama dengan Menteri Perdagangan juga perlu untuk menerbitkan dan mengawasi pelaksanaan Surat Keputusan Bersama tentang larangan sementara impor udang vaname. Disamping itu, pembentukan tim pemantau ACFTA serta kampanye secara masal dan berkelanjutan tentang promosi cinta produk dalam negeri terutama produk perikanan juga termasuk upaya untuk mengeliminir dampak negatif diberlakukannya ACFTA.

Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan menghubungi Dr. Soen'an H. Poernomo, M.Ed, Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, HP.0816193391

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2010