Kabul (ANTARA News/AFP) - Serangan bom dan tembak-menembak Senin di Afghanistan menewaskan tiga prajurit asing, seorang diantaranya diidentifikasi sebagai warga AS, kata NATO.

Dua prajurit, termasuk seorang warga AS, tewas dalam ledakan bom improvisasi, senjata utama gerilyawan pimpinan Taliban, kata Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO.

ISAF tidak menyebutkan kewarganegaraan dua korban lain, yang katanya tewas dalam insiden-insiden terpisah di wilayah selatan dan barat Afghanistan.

Dua pernyataan singkat yang dikeluarkan ISAF mengumumkan kematian prajurit-prajurit itu namun tidak memberikan penjelasan terinci tentang dimana peristiwa itu terjadi.

"Seorang prajurit ISAF dari AS tewas hari ini dalam serangan IED (bom improvisasi) di Afghanistan selatan," kata pasukan itu dalam pernyataan sebelumnya Senin.

Kematian prajurit-prajurit itu menandai awal bulan yang mengerikan dan membuat jumlah korban tewas tentara asing menjadi 47 di Afghanistan sepanjang tahun ini, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas angka-angka dari situs independen icasualties.org.

Jumlah kematian 44 pada bulan lalu merupakan yang tertinggi untuk Januari sejak rejim Taliban digulingkan dalam invasi pimpinan AS pada akhir 2001. Pada Januari 2009, prajurit asing yang tewas mencapai 25.

Saat ini terdapat lebih dari 110.000 prajurit internasional, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berkekuatan lebih dari 84.000 prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang lebih dari delapan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.

Tahun 2009 tidak saja merupakan masa paling mematikan bagi prajurit, polisi dan warga sipil Afghanistan namun juga bagi pasukan internasional yang memerangi Taliban. Sebagian besar kekerasan terjadi di provinsi-provinsi selatan seperti Kandahar dan Uruzgan.

Presiden AS Barack Obama mengumumkan pada Desember pengiriman 30.000 prajurit tambahan ke Afghanistan untuk bergabung dengan pasukan AS dan ISAF pimpinan NATO yang berada di negara itu untuk memerangi gerilyawan. Negara-negara NATO juga mengirim 7.000 prajurit tambahan ke negara itu.

Delapan tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu 18 bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.

Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.(M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010