Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR RI Slamet menyoroti program pembukaan lahan gambut yang dinilai lebih baik bila dana yang digunakan untuk program tersebtu digunakan untuk keperluan lain yang lebih mendesak.
"Membangun sawah di lahan gambut pernah gagal di masa lalu, kenapa ingin diulang?" kata Slamet dalam rilis di Jakarta, Jumat.
Slamet mengingatkan bahwa ada banyak lahan tidur milik Perhutani dan PTPN yang bukan gambut yang seharusnya bisa lebih diberdayakan.
Selain itu, ujar dia, tercatat masih ada sekitar 1,5 juta hektare lahan terlantar yang sebenarnya masih bisa untuk dioptimalkan ke depannya.
Baca juga: BRG targetkan restorasi 39.239 hektare lahan gambut di Papua
Slamet juga menyoroti program pemerintah Food Estate yang leading sector-nya adalah Kementerian Pertahanan dan bukannya Kementerian Pertanian.
Menurut Slamet, secara prinsip, program Food Estate utk menjaga ketahanan pangan merupakan ide bagus dan pihaknya setuju.
"Namun, Food Estate ini harus diurus di lokasi yang tepat," ucapnya.
Sebagaimana diwartakan, Badan Restorasi Gambut (BRG) menyatakan sejak 2017 telah mencari jawaban untuk mencari solusi pembukaan lahan gambut tanpa membakar, salah satunya melalui sekolah lapang.
Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan (ESPK) BRG Myrna A. Safitri mengatakan, inovasi membuka lahan tanpa bakar ini telah didiskusikan dengan ahli dari perguruan tinggi.
Baca juga: BRG kembangkan sekolah lapang bagi petani gambut
"Ini bagian dari kearifan lokal baru yang dibangun oleh masyarakat untuk merespon perubahan ekosistem gambut yang ada dan kebijakan penegakan hukum," ujarnya melalui keterangan tertulis.
BRG, lanjutnya, sejak 2017 juga mengenalkan paralegal di Desa Peduli Gambut kepada masyarakat yang tinggal di sekitar gambut.
Myrna mengatakan, tujuan paralegal ini untuk memberikan bantuan hukum non-litigasi dan edukasi hukum kepada masyarakat. Hingga 2019 sudah ada 759 paralegal di tujuh provinsi yang menjadi fokus restorasi BRG.
"Hampir tiga tahun terakhir 152 kasus hukum yang didampingi paralegal. Kasus sebagian besar terkait lingkungan dan pertanahan," kata dia.
Selain edukasi hukum, menurut dia, sekolah lapang juga memberikan pendampingan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang mana saat ini ada 1.019 kader dengan mengembangkan areal uji coba alami pada 265 demonstration plot (demplot).
Myrna menyebutkan, dalam uji coba yang terus dilakukan petani selama dua tahun terakhir, di beberapa tempat para petani sudah memetik hasilnya tanpa merusak lingkungan.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020