Garut (ANTARA News) - Produk dan kualitas minyak akar wangi (atsiri) di kabupaten Garut, Jabar, mengalami penurunan akibat mahalnya bahan bakar untuk proses penyulingan, padahal daerah ini akan dijadikan sentra atsiri nasional.
Produksi komoditi ekspor minyak atsiri tersebut memiliki posisi daya tawar yang potensial sehingga akan ditindaklanjuti dengan kebijakan dijadikannya sentra pengembangan, ungkap Direktur Bahan Kimia dan Bangunan Kementerian Perindustrian, Setyo Hartono, di Garut, pertengahan pekan ini.
Ungkapan senada juga mengemuka dari Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda setempat, H. Budiman, SE, M.Si saat dihubungi, Sabtu. Ia menyatakan wilayahnya memiliki tingkat kesuburan tanah yang cocok bagi pengembangan vegetasi (tumbuhan) akar wangi.
Namun mahalnya harga minyak tanah untuk sektor industri, mengakibatkan para penyuling memanfaatkan bahan bakar minyak tanah dengan menaikkan bar pembakaran, yang kerap menyebabkan gosong sehingga kualitas produksi menjadi relatif rendah, katanya.
Kemudian berdampak pada harga jual yang menjadi murah, meski pada 2004 kabupaten Garut masih bisa memproduksi atsiri hingga mencapai 70 ton per tahun atau terbesar di dunia di atas Haiti.
Kini rata-rata produksinya hanya 40 ton per tahun, menyebabkan terkejar oleh Haiti sebagai saingan utama pada pangsa pasar minyak atsiri dunia, tutur Setyo Hartono yang juga diakui Budiman.
Pada Januari 2009 harga minyak akar wangi Rp750 ribu per kilogram, yang berlangsung hingga November kemudian pada Desember menjadi Rp607,5 ribu atau harga rata-ratanya Rp739,167 ribu, ungkap Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi dan UKM kabupaten, H.R Ruhiat.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010