"NU bukan partai politik, tidak ikut partai politik praktis, tetapi tetap saja harus ada yang memikirkan politik kebangsaan yang selama ini dianut oleh NU," katanya di Jakarta, Sabtu.
Menurut Endang, keberadaan komisi politik tidak melanggar khittah NU, karena NU tetap berposisi sebagai organisasi kemasyarakatan (Ormas).
"Sekarang kan harus ada yang memikirkan politik, dalam arti NU sendiri berpolitik secara umum, politik kebangsaan. NU harus merespon gerakan yang menyudutkan Islam, separatisme. Kita harus ikut bertanggung jawab," katanya.
Keberadaan komisi politik yang sifatnya sebagai "think tank" atau lembaga pemikir, lanjut Endang, justru akan membuat kebijakan politik NU lebih matang.
Dikatakannya, kecuali politik, saat ini NU sudah memiliki sejumlah lembaga yang menangani berbagai bidang, seperti ekonomi, pendidikan, dakwah, dan sosial.
"Khusus politik tidak ada lembaga yang menanganinya," kata Endang yang juga peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tersebut.
Untuk mengantisipasi salah paham terkait nama, Endang bependapat, lembaga itu tidak harus bernama komisi politik, yang jelas tugas pokoknya adalah membidangi masalah politik dan kenegaraan.
Menurut Endang, komisi politik PBNU juga bisa berfungsi sebagai jembatan NU dengan partai politik yang merekrut kader NU, terlebih lagi dengan partai yang sebagian besar pendukungnya adalah warga NU seperti PKB dan PPP.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010