Jakarta (ANTARA News) - Politisi senior Partai Golkar, Pinantun Hutasoit, mengingatkan, para penasihat politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hendaknya tidak memberikan masukan kacau, yang membuat keputusan yang diambil presiden `blunder` dan seolah-olah bertentangan dengan pendapat serta kehendak rakyat.

"Kalau perlu, para penasihat politik presiden itu diteliti kembali, agar tidak memberi masukan macam-macam yang menyulitkan presiden, untuk mencegah menggelindingnya bola salju. Kemarahan rakyat akibat kekecewaannya terhadap kebijakan pemerintah, jelas tidak kita kehendaki," katanya di Jakarta, Sabtu, menanggapi situasi terakhir negara ini.

Dia berpendapat, gerakan rakyat pada 28 Januari, yang memperlihatkan ketidakpuasannya kepada pemerintah, merupakan akumulasi dari kekecewaan terhadap penanganan berbagai hal, termasuk penanganan Bank Century, penyelesaian kasus lumpur Lapindo Sidoarjo, kasus Antasari Azhar, dan lainnya.

Sementara para pemimpin yang terlibat berkutat mempertahankan diri tidak bersalah, harga-harga barang kebutuhan membubung dan ancaman banjirnya barang dari China menjadi kenyataan berkat perdagangan bebas tanpa hitung.

"Bisa diperkirakan, usaha menengah dan kecil akan banyak bangkrut, apalagi tanpa dukungan modal perbankan dan tanpa dukungan kebijakan seperti di beberapa negara lain," katanya.

Mantan anggota Dewan Penasehat DPP Partai Golkar ini menyatakan kecewa dengan kinerja para penasihat politik presiden, yang sebagiannya dia kenal, karena setelah menyelesaikan masabakti lima tahun pertama, presiden justru menjadi sasaran kekesalan rakyat, dan demo 28 Januari sebagai akumulasinya.

Mantan ketua DPP Golkar ini menilai masukan para penasihat politik membuat presiden dalam menjalankan pemerintahan seolah terombang-ambing di dua sistem presidensial dan parlementer.

Hal ini kian terasa ketika presiden menyatakan tak akan ikut campur tangan dalam kasus Ketua KPK Antasari, yang mencuatkan praktik mafia peradilan dan makelar hukum, tapi ternyata presiden pula yang terpaksa memberikan solusi pada kasus itu sehingga tak perlu dilanjutkan ke pengadilan.

"Ke depan, tanggungjawab presiden memang harus ditanggung oleh presiden sendiri, dalam setiap memutuskan suatu tindakan, termasuk dalam hal keuntungan dan resiko buruknya. Karena itu, presiden harus berhati-hati dalam memilih penasihat politiknya," tegasnya.

Karena menganut sistem presidensial, menurut Pinantun, dalam menghadapi DPR/MPR presiden bisa saja membubarkan lembaga tersebut, misalnya dengan mengeluarkan Dekrit Presiden.

"Yang penting, presiden hendaknya tidak berlayar dengan dua perahu," demikian Pinantun Hutasoit.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010