Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menargetkan angka stunting pada anak berada di bawah 680 ribu per tahunnya untuk mengejar target prevalensi stunting sebanyak 14 persen pada Tahun 2024.
“Kalau kita lihat angka kelahiran kita sekitar 4,8 juta per tahun, berarti paling tidak per tahunnya angka stunting kita harus di bawah 680 ribu sekian. Kalau angka stunting-nya per tahun sudah di atas 680 ribu, kita tidak bisa mencapai target yang sudah ditetapkan oleh presiden,” kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam rapat koordinasi secara virtual tentang mengukur keberhasilan pengentasan stunting di Jakarta, Kamis.
Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) Tahun 2019, saat ini telah terjadi penurunan prevalensi stunting dari 30,8 persen pada Tahun 2018 (Riskesdas 2018) menjadi 27,67 persen Tahun 2019 atau turun sekitar 3,13 persen.
Menurut Muhadjir, perlu ada langkah-langkah strategis dan terobosan yang dilakukan agar Indonesia mampu menurunkan angka stunting sesuai yang ditargetkan presiden.
“Karena itu saya berharap dengan adanya seminar seperti ini, nanti langkah-langkahnya akan lebih konkret dan bisa betul-betul memenuhi target,” katanya.
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Subandi Sardjoko menyebutkan beberapa strategi percepatan penurunan stunting ke depan, salah satunya yang tercantum di dalam RPJMN 2020 dan RKP 2020-2021, yaitu penanganan stunting masuk menjadi proyek prioritas nasional.
“Kita sudah ada strategi nasional percepatan penurunan stunting, tapi itu tidak cukup kuat untuk jadi pegangan bagi daerah. Oleh karenanya, kami sedang finalisasi percepatan penurunan stunting melalui rancangan perpres penurunan stunting,” kata dia.
Baca juga: Komitmen politik dan kepemimpinan kunci negara atasi stunting
Dia menjelaskan rancangan perpres penurunan stunting mencakup konvergensi penanganan stunting, baik di tingkat pusat, provinsi, hingga desa. Perpres itu nantinya akan mengoordinasikan sumber daya yang ada sehingga intervensi terhadap indikator penurunan stunting benar-benar sampai ke masyarakat.
Baca juga: Kepala BKKBN: ASI eksklusif mencegah anak stunting
Di samping itu, beberapa hal yang perlu didorong, di antaranya sistem monitoring evaluasi anggaran yang tepat sasaran, membangun dashboard untuk melihat capaian penurunan angka stunting di masing-masing daerah, serta komitmen yang kuat dari pejabat daerah, baik gubernur, bupati, ataupun wali kota.
“Data yang akurat juga penting untuk melihat apakah intervensi berhasil, pemanfaatan Dana Desa, pemberian insentif bagi daerah yang telah baik dalam penanganan stunting, serta keterlibatan semua pihak, termasuk swasta dan NGO,” ujar Subandi.
Baca juga: Kemenko PMK: Kader BKKBN bisa bantu cegah stunting Indonesia
Pemerintah, sebelumnya juga telah membentuk tim percepatan penurunan stunting yang diketuai oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Menko PMK Muhadjir Effendy sebagai Wakil Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting. Sementara pelaksana terdiri dari Menteri PPN/Kepala Bappenas dan anggota para menteri dan kepala lembaga dari 22 kementerian-lembaga yang dibantu oleh tim yang terdiri dari para pejabat pimpinan tinggi madya dan pratama.
Pada kesempatan tersebut, turut menjadi pembicara, Analis Kebijakan Ahli Utama Balitbangkes Kemenkes Siswanto yang menekankan pentingnya upaya mengendalikan semua faktor risiko penyebab stunting, meskipun masyarakat Indonesia masih dihadapkan dengan kondisi pandemi COVID-19.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020