Pontianak (ANTARA News) - Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Pusat Sugiri Syarief mengatakan komitmen politik yang kuat di masa Orde Baru membuat program keluarga berencana di Indonesia dianggap berhasil dan diakui hingga tingkat internasional.

"Mulai dari atas sampai tingkat RT dan RW, karena mendapat dukungan politik yang kuat waktu itu," kata Sugiri Syarief disela kunjungan kerja ke Kalimantan Barat di Pontianak, Jumat.

Jumlah penduduk Indonesia di tahun 1800 sebanyak 18 juta jiwa dan bertambah menjadi 40 juta jiwa pada tahun 1900. Namun, di tahun 2000, jumlahnya naik lima kali lipat menjadi 205 juta jiwa.

Meski terjadi kenaikan cukup tinggi, angka tersebut lebih rendah dibanding prediksi para ahli bahwa penduduk Indonesia akan mencapai 285 juta jiwa di tahun 2000.

Menurut dia, hal itu menunjukkan peran dari program keluarga berencana di bidang kependudukan. "Sebanyak 80 juta kelahiran tercegah di tahun 2000. Dan meningkat menjadi 100 juta kelahiran di tahun 2009," kata dia.

Laju pertumbuhan penduduk Indonesia juga turun dari 2,32 persen menjadi 1,3 persen. Namun, lanjut dia, meski terjadi penurunan tetap saja pertambahan jumlah penduduk mencapai jutaan jiwa setiap tahun.

"Setiap tahun ada sekira tiga juta sampai 3,5 juta jiwa penambahan penduduk Indonesia. Ini setara dengan satu Singapura," katanya.

Ia memperkirakan jumlah penduduk akan dua kali lipat setiap 50 tahun dengan laju pertumbuhan penduduk 1,3 persen per tahunnya.

Ia juga mengingatkan pentingnya peran keluarga berencana dalam indeks pembangunan manusia karena diantaranya menyangkut gizi anak, partisipasi sekolah, pendidikan yang lebih tinggi dan mutu tenaga kerja.

Selain politik, program keluarga berencana juga didukung anggaran yang besar serta tenaga lapangan yang sangat memadai.

"Jumlah petugas lapangan keluarga berencana pernah mencapai 35 ribu orang," kata Sugiri Syarief. Di masa reformasi, jumlahnya menurun menjadi 19 ribu orang karena banyak yang pindah ke instansi lain.

Saat ini jumlah petugas lapangan keluarga berencana mulai membaik yakni sekira 24.500 orang. "Idealnya tiap desa mempunyai dua petugas lapangan keluarga berencana," katanya.

Sugiri Syarief mengatakan, program keluarga berencana mengalami pelemahan di masa otonomi daerah karena adanya euforia bahwa hal-hal yang berbau orde baru harus ditinggalkan.

Undang-Undang No 22 Tahun 1999 juga tidak mengatur posisi yang jelas dari keluarga berencana. Bukan termasuk lima instansi yang masih vertikal, bukan juga institusi daerah yang wajib dibentuk.

Pembangunan sosial dasar seperti keluarga berencana kurang diperhatikan karena pemerintah daerah memetingkan pembangunan fisik.

Sebanyak 30 persen pemerintah daerah yang membentuk instansi untuk menangani permasalahan keluarga berencana.

"Sekarang kondisinya sudah mulai membaik," kata Sugiri Syarief. Sebanyak 93 persen dari 504 kabupaten/kota sudah membentuk kelembagaan yang mengelola keluarga berencana.

Dukungan anggaran untuk BKKBN Pusat juga bertambah sejak tahun 2006. "dari Rp700 miliar, menjadi Rp1,6 triliun di tahun 2009. Angka ini masih dibawah kebutuhan sekira Rp3 triliun sampai Rp3,5 triliun," katanya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak tahun 2006 telah mencanangkan revitalisasi program keluarga berencana.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010