Jakarta, 29/1 (ANTARA) - Tim Multi Partai untuk Pengembalian Aset Negara (TMPPAN) mengajak semua elemen bangsa untuk turut berpartisipasi melakukan kaji ulang konstitusi karena hasil amandemen UUD 1945 yang ada sekarang ini ternyata belum memberi jaminan tegaknya supremasi hukum dan terwujudnya tata pemerintahan yang baik.
Kepada pers di jakarta, Jumat, Ketua TMPPAN Bagus Satryanto menegaskan bahwa saat ini banyak tuntutan untuk mengamandemen UUD 1945, tapi ternyata tidak tahu dari mana pintu masuknya.
Hal tersebut, menurut dia, dikarenakan kedaulatan rakyat telah diputarbalikkan menjadi kedaulatan partai tatkala Ketetapan MPR Nomor 4 Tahun 1983 tentang Referendum dicabut oleh MPR dalam Sidang Istimewa MPR tanggal 13 November 1998.
"Sejak saat inilah rakyat sesungguhnya telah ditinggalkan oleh elite politik yang duduk di gedung MPR itu semisal dalam Peristiwa Semanggi I serta adanya amandemen UUD 1945 sampai empat kali itu," ujar Bagus.
Dalam realitas politiknya, ia menambahkan, hasil akhir dari amandemen tersebut disetujui oleh Partai Golongan Karya yang perolehan suaranya di Pemilu 1999 adalah 22,44 persen dan PDIP yang mendapat suara 33,74 persen secara gegabah dan tidak mengindahkan jiwa serta semangat UUD 1945 yang asli.
Akibat dari sebuah proses yang bermasalah itu, TMPPAN menilai akhirnya berbuah pada kondisi seperti saat ini yakni demokrasi yang seharusnya menjadi instrumen untuk mensejahterakan rakyat ternyata hanyalah sebuah demokrasi prosedural.
Selain itu juga timbul saling kecurigaan antar elemen masyarakat dan saling tidak percaya antarlembaga-lembaga negara baik di pusat maupun daerah.
"Dalam 12 tahun terakhir ini, negara seolah bergerak tanpa arah dan tujuan yang pasti. Hal inilah yang meresahkan hati nurani kita. Kita semua mendambakan masyarakat adil, sejahtera, aman, sentosa dan damai yang mampu menjaga NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika," ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya mengajak semua elemen bangsa untuk mengkaji ulang hasil amandemen UUD 1945, sehingga dapat terwujud konstitusi yang mampu menjaga dan membela keutuhan NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika.
Selain itu, konstitusi harus mampu menjamin penegakkan supremasi hukum untuk mewujudkan prinsip "Good Governance" yang terbebas dari penyalahgunaan kekuasaan atau korupsi serta mewujudkan kemandirian bangsa.
"Kaji ulang ini harus melibatkan semua elemen masyarakat yang ada dan tidak boleh lagi hanya dilakukan oleh segelintir elite saja," ia menambahkan.
Ditempat yang sama, politisi PKB yang juga kuasa hukum TMPPAN Ikhsan Abdullah mengatakan bahwa mereka-mereka yang melakukan amandemen sebanyak empat kali terhadap UUD 1945 itu sebenarnya masih menyimpan masalah berupa penggunaan aset negara secara tidak sah.
"Mereka saja (PPP, PDIP dan Golkar) masih terlibat masalah dan belum selesai, tapi kemudian melakukan amandemen. Artinya apa yang mereka lakukan itu sebenarnya tidak sah," ujarnya.
Dia juga menegaskan bahwa pasca amandemen konstitusi itu, diantara pilar-pilar kehidupan bernegara, yakni Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945, seolah-olah saling terpisah sehingga tidak ada lagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis di Indonesia.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010