Jakarta (ANTARA News) - Lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis di Gedung KPK, mengumumkan harta kekayaan mereka untuk memenuhi kewajiban pelaporan kekayaan sebagai pejabat negara.

Data laporan itu kekayaan Pelaksana tugas sementara Ketua KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, tercatat Rp2,64 miliar terhitung pada 8 Januari 2010, naik dari Rp1,7 miliar pada 8 Maret 2008.

Sementara itu, kekayaan Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Rianto juga naik dari Rp1,8 miliar pada 26 Oktober 2007 menjadi Rp2,1 miliar pada 26 Januari 2010.

Sedangkan harta Wakil Ketua KPK, Chandra Martha Hamzah bertambah dari Rp3,9 miliar dan 12.815 dolar AS pada 27 Oktober 2007 menjadi Rp4,04 miliar dan 12.817 dolar AS pada 18 Desember 2009.

"Kebanyakan kenaikan itu akibat kenaikan NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak)," kata Chandra.

Hal yang sama dialami Wakil Ketua KPK, Haryono. Hartanya bertambah dari Rp814,8 juta dan 6.146 dolar AS pada 22 Oktober 2007 menjadi Rp1,39 miliar dan 6.562 dolar AS pada 28 Desember 2009.

Haryono menjelaskan, penambahan harta itu akibat peningkatan NJOP harta tidak bergerak.

"Saya juga membeli rumah," katanya menambahkan.

Sementara itu, harta Wakil Ketua KPK, M. Jasin meningkat dari Rp545,9 juta pada 25 Oktober 2007 menjadi Rp1,26 miliar pada 31 Desember 2009.

Menurut Jasin, faktor utama peningkatan jumlah kekayaannya adalah gaji sebagai pimpinan KPK.

Pimpinan KPK termasuk dalam kategori penyelenggara negara, sehingga wajib melapor dan mengumumkan harta kekayaan.

Laporan harta kekayaan diatur dalam pasal 5 UU nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Aturan itu menyatakan, setiap penyelenggara negara wajib melaporkan dan mengumumkan harta kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat, serta membarui laporan itu setiap dua tahun.

KPK diberi kewenangan melalui Undang-undang untuk memeriksa dan meneliti laporan harta kekayaan dalam format Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Namun, aturan tersebut tidak mangatur hukuman bagi penyelenggara negara yang terlambat atau tidak melaporkan harta kekayaan.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010