Jakarta, (ANTARA News) - Harta kekayaan Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Radjasa naik sekitar Rp5,16 miliar dalam kurun waktu lima tahun, sejak 2004 sampai 2009.
Hal itu terungkap dalam laporan harta kekayaan Hatta yang diumumkan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis.
Data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disusun oleh KPK menyebutkan, jumlah kekayaan Hatta yang dinilai dalam mata uang rupiah tercatat sebanyak Rp14,8 miliar pada 23 November 2009. Angka itu lebih banyak daripada data pada 4 November 2004 sebesar Rp9,63 miliar.
Sedangkan harta sebesar sepuluh ribu dolar AS pada 4 November 2004 tidak tertera dalam laporan tertanggal 23 November 2009.
Kenaikan jumlah harta yang dinilai dalam mata uang rupiah terutama disebabkan oleh penambahan jumlah dan nilai komponen harta tidak bergerak, berupa tanah dan bangunan. Komponen harta itu tercatat sebesar Rp11,5 miliar pada 23 November 2009, naik dari Rp4,6 miliar pada 4 November 2004.
"Sebagian besar kenaikan itu karena kenaikan NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak)," kata Hatta.
Hatta mengaku memiliki 13 bidang tanah dan bangunan yang berada di sejumlah daerah, yaitu Bandung, Palembang, Jakarta Selatan, Tangerang, dan Lampung Selatan.
Menurut Hatta, sebagian besar harta tidak bergerak itu dia peroleh sebagai hasil usaha pribadi selama dia menjadi pengusaha sejak 1983 sampai 1990.
Namun, dia mengakui pendapatannya sebagai penyelenggara negara, baik melalui gaji maupun honor lain, ikut menambah jumlah kekayaannya.
Terkait honor di luar gaji, Hatta mengaku mendapatkannya ketika tergabung dalam berbagai tim.
"Tapi itu semua sudah dilaporkan sebagai penerimaan," katanya.
Pada hari yang sama, KPK juga memfasilitasi pengumuman harta kekayaan Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro dan Menteri Negara Riset dan Teknologi, Suharna Surapranata.
Data KPK menyatakan, harta Purnomo pada 8 Desember 2009 sebanyak Rp9,66 miliar dan 173 ribu dolar AS, atau naik dari Rp5,85 miliar dan 172 ribu pada 11 Juni 2007.
Sedangkan harta Suharna adalah Rp11,1 miliar dan 29 ribu dolar AS pada 9 November 2009.
Laporan harta kekayaan diatur dalam pasal 5 UU nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Aturan itu menyatakan, setiap penyelenggara negara wajib melaporkan dan mengumumkan harta kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat, serta membarui laporan itu setiap dua tahun.
KPK diberi kewenangan melalui Undang-undang untuk memeriksa dan meneliti laporan harta kekayaan dalam format Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Namun, aturan tersebut tidak mangatur hukuman bagi penyelenggara negara yang terlambat atau tidak melaporkan harta kekayaan.(*)
Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010