Jakarta (ANTARA News) - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat total realisasi investasi pada 2009 mencapai Rp135 triliun, lebih rendah dibanding realisasi investasi 2008 sebesar Rp154,19 triliun.
"Penurunan realisasi dipicu dampak krisis global yang mempengaruhi minat investasi di dalam negeri," kata Kepala BKPM Gita Wirjawan kepada ANTARA, di Jakarta, Kamis.
Menurutnya, realisasi investasi 2009 terdiri atas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp35 triliun meningkat 28 persen dari tahun sebelumnya, dan Penanaman Modal Asing (PMA) sekitar 10 miliar dolar AS atau turun hampir 20 persen.
Ia menjelaskan, sepanjang tahun 2009 investor domestik berminat di sektor telekomunikasi, transportasi, industri kimia dan farmasi dan pertambangan, selanjutnya industri makanan, proyek listrik, gas dan konstruksi.
Sedangkan minat investasi PMA didominasi jasa pengangkutan, gudang, komunikasi, industri kimia dan farmasi, dan manufaktur, industri logam dan elektronika.
Realisasi PMA berdasarkan negara investor selama 2009 adalah negara-negara ASEAN yang mencapai 50 persen dari total investasi PMA yang berminat di sektor infrastruktur, transportasi, agribisnis dan manufaktur.
Investor lainnya adalah dari Jepang, Korea, Taiwan yang mencapai 20 persen, dan selebihnya investor asal India, dan sejumlah negara Timur Tengah, dan Eropa seperti Inggris dan Belanda.
Gita tidak merinci realisasi jumlah proyek selama 2009. Ia hanya menjelaskan, bahwa realisasi investasi pada tahun lalu mampu menyerap tenaga kerja hampir 500.000 orang.
Pada periode yang sama, BKPM mencatat daerah yang paling favorit untuk tujuan investasi adalah Pemda DKI, Jawa Barat, dan hanya sedikit di luar pulau Jawa.
"Mereka (investor) umumnya terkonsentrasi di Jawa dan beberapa daerah di luar Jawa karena kaya sumber daya alam dan ketersediaan sarana dan prasana," kata Gita.
Untuk BKPM lanjut Gita, akan melakukan identifikasi terhadap 17 daerah provinsi guna memetakan wilayah-wilayah investasi agar bisa dipromosikan, dan selanjutnya diperoleh tujuh provinsi unggulan.
Ia menambahkan, salah satu langkah konkrit menggenjot investasi adalah penerapan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
SPIPISE dan PTSP yang baru diaplikasikan di Batam ini adalah sistem pelayanan perizinan dan nonperizinan yang terintegrasi secara nasional antara BKPM sebagai pusat database dan sistemnya dengan berbagai Kementerian/Lembaga Pemerintahan Dalam Negeri yang memiliki kewenangan perizinan.
"Dengan sistem ini proses investasi lebih disederhanakan sehingga lebih cepat, tepat, transparan, dan akuntabel serta tidak lagi harus melalui 15 lembaga dan instansi terkait yang berbeda," kata Gita.
Dijadwalkan, setelah Batam, penggunaan SPIPISE juga akan diimplementasikan DKI Jakarta sebagai barometer ease of doing business di Indonesia, kemudian menyusul Bandung, Denpasar, Yogyakarta, Surabaya, Semarang, Surakarta, Balikpapan, Banda Aceh, Makassar, Manado, Palangka Raya, Palembang, dan Pekanbaru. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010