Pada akhir Maret lima pasien diberikan plasma di China dan terbukti efektif aman
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan melakukan uji klinis fase dua sekaligus fase tiga untuk terapi plasma konvalesen pada pasien COVID-19 sebagai upaya pengobatan penyakit yang disebabkan virus SARS CoV 2.
Peneliti dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof David H Muljono yang juga termasuk tim peneliti plasma darah dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, menyebutkan uji klinis ini bertujuan untuk mengetahui efikasi atau manfaat dari pemberian terapi plasma darah bagi pasien COVID-19.
Dia menyebutkan selama ini berbagai negara di dunia sudah banyak yang mencoba menggunakan terapi plasma darah untuk pasien COVID-19 dan terbukti aman. Namun hasil yang didapatkan oleh para peneliti belum mampu membuktikan keampuhan dalam penyembuhannya.
"Pada akhir Maret lima pasien diberikan plasma di China dan terbukti efektif aman, beberapa pasien membaik dan bisa dipulangkan yang dilanjutkan 10 orang. Dan di beberapa negara melakukannya dan ternyata safety-nya cukup baik, lima ribu orang diberikan plasma darah di Amerika dan keamanannya cukup baik," kata David.
Baca juga: FDA siap mengizinkan plasma darah untuk pengobatan COVID-19
Baca juga: Golongan darah pendonor plasma harus sama dengan pasien COVID-19
Oleh karena itu uji klinis plasma darah untuk terapi COVID-19 yang dilakukan di Indonesia bertujuan untuk mengetahui keampuhan plasma darah dalam menyembuhkan pasien COVID-19.
Berdasarkan uji klinis yang pernah dilakukan di Amerika Serikat, kata David, plasma darah tidak efektif diberikan pada pasien COVID-19 yang sudah dalam fase kritis. Oleh karena itu pada fase uji klinis ini akan diberikan pada pasien COVID-19 dengan gejala sedang hingga berat.
Hingga saat ini sudah ada 29 rumah sakit yang bekerja sama dengan Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan untuk melakukan uji klinis plasma darah. Untuk tahap pertama, uji klinis dilakukan di empat rumah sakit terlebih dahulu.
Plasma darah diberikan pada pasien dengan dosis 250 mm plasma darah dari donor yang sudah sembuh dari COVID-19. Plasma diberikan sebanyak dua kali
"Diharapkan bisa menjadi data dan bukti yang baik yang kemudian dapat disimpulkan. Pasien akan dipantau selama 28 hari dari saat pemberian pertama, 14 hari tetap dipantau di rumah sakit, dan 14 hari setelahnya diperbolehkan pulang tapi tetap kontak dengan dokter dan rumah sakit," kata David.
Baca juga: Kasad: 32 perwira ikuti donor plasma darah lanjutan
Baca juga: PMI utamakan laki-laki sebagai pendonor plasma konvalesen
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020