Surabaya (ANTARA News) - Salah seorang deklarator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) KHA Mustofa Bisri (Gus Mus) tampak enggan menjadi mediator islah (rujuk/rekonsiliasi) untuk partai yang dideklarasikan bersama sejumlah ulama itu.
"Deklarator itu hanya bertugas mengumumkan sampai ada muktamar. Soal islah, kita hanya mengimbau. Kalau ingin menjadi partai aspiratif ya harus islah," katanya kepada ANTARA di Surabaya, Selasa.
Ia mengemukakan hal itu setelah melakukan silaturrahmi antara dirinya bersama keluarga dengan KH Muchit Muzadi (deklarator PKB juga) bersama keluarga di Surabaya, lalu Kiai Muchit bersama keluarga ke Malang.
Mustasyar (Penasihat) PBNU itu mengaku soal islah seharusnya ditanyakan langsung kepada mereka yang berkepentingan.
"Mereka (orang-orang PKB) yang mestinya ditanya, mereka yang harus bicara, bukan kita yang ditanya terus. Mereka yang merasa berhak dan memiliki PKB," katanya.
Menurut pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah itu, orang-orang PKB sendiri mungkin tidak merasa ada apa-apa, sehingga tak perlu ada islah.
"Saya dan kiai Muchit `kan hanya mengusulkan dan menyarankan. Kalau mereka berpendapat PKB `katanya` PKB itu wadah penyalur aspirasi politik warga NU untuk berkhidmat di bidang politik, ya islah saja," katanya.
Namun, kata salah seorang dari lima deklarator PKB pada 23 Juli 1998 itu, saran dan usul itu hanya disampaikan dirinya sebagai orang yang berada di luar.
"Di luar, kita kok melihat ada gegeran (pertikaian) terus. Kalau mau baik ya hentikan gegeran itu, tapi mereka bilang nggak ada gegeran apa-apa. Kalau nggak ada ya Alhamdulillah," katanya.
Ketika didesak tentang kemungkinan dirinya selaku deklarator menjadi mediator yang terlibat penuh dalam islah, Gus Mus menyatakan deklarator itu berbeda dengan proklamator.
"Kalau deklarator itu hanya mengumumkan, kalau proklamator itu mengumumkan dan terus terlibat sesudahnya. Bung Karno `kan jadi presiden, Bung Hatta juga jadi wapres, sedangkan kita `kan enggak," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010