Jakarta (ANTARA News) - Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengakui adanya kesalahan alokasi anggaran pada kode rekening pos pembangunan laboratorium sekolah unggulan MH Thamrin yang dianggarkan sebesar Rp48,4 miliar padahal pengajuannya hanya Rp6 miliar.

Menurut Fauzi, anggaran sebesar itu seharusnya merupakan anggaran untuk beberapa laboratorium tidak hanya untuk satu laboratorium saja, seperti yang tertera di pos anggarannya.

"Kesalahan terjadi pada kode rekening. Tidak ada unsur kesengajaan, apalagi sampai melakukan mark up (penggelembungan-Red) ," kata Gubernur di Jakarta, Senin.

Penyesuaian akan dilakukan pada APBD Perubahan yang akan disusun pada Juni mendatang dimana kode rekening pembangunan laboratorium-laboratorium itu akan dipisahkan ke pos masing-masing.

"Akhir Juni akan kita ubah kemudian pada semester kedua akan direalisasikan," katanya.

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto juga menegaskan bahwa tidak ada unsur kesengajaan dalam penetapan besaran anggaran tersebut.

"Kalau disengaja kemungkinan kecil terjadi. Saya berpikir itu lantaran `human error` saat input data," ujarnya.

Taufik tidak ingin menuding anggota Dewan berusaha melakukan mark up karena legislatif dan eksekutif disebutnya telah menyetujui satu visi untuk bersama-sama membangun pendidikan Jakarta yang lebih baik.

Menurut Taufik, untuk tahap awal, anggaran hanya akan direalisasikan sebesar Rp6,3 miliar untuk pembangunan laboratorium bahasa sementara sisanya Rp42,1 miliar akan dikembalikan ke kas daerah.

Nantinya di APBD Perubahan sisa dana akan dikembalikan untuk pembangunan laboratorium-laboratorium yang lain.

Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Fahmi Zulfikar mengatakan dana sebesar Rp48,4 miliar itu memang tidak pernah dianggarkan untuk satu pos atau satu laboratorium saja.

"Rp48,4 miliar itu untuk sejumlah pos anggaran. Bukan untuk pembangunan satu laboratorium," tegasnya.

Fahmi juga menyebut kemungkinan adanya "human error" waktu dilakukan pengetikan oleh staf karena ia merasa yakin komisinya tidak menyepakati jika dana sebesar itu hanya untuk satu pos saja.

"Kami akui memang menyetujui anggaran tersebut, karena sifat mendesak dan sangat dibutuhkan oleh sekolah unggulan itu," ujarnya.

Sementara itu, Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Fahmi Badoh mengatakan, tidak percaya dengan konfirmasi pihak eksekutif dan pihak dewan mengenai adanya human error dalam pengetikan dan meminta agar kasus tersebut diselidiki.

"Ini harus diselidiki motifnya serta siapa yang melakukan mark up. Apakah SKPD terkait, komisi di dewan atau badan anggaran. Sebab pemberian alokasi anggaran di luar yang dibutuhkan rentan disalahgunakan. Kelebihan anggaran biasanya akan dipakai untuk membiayai proyek lain di luar yang tercantum dalam APBD. Ini jelas keliru," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010