Jakarta, 25/1 (ANTARA) - Dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar tahun 2015, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KemenKP) menetapkan perikanan budidaya sebagai ujung tombak penghasil produk perikanan. KemenKP akan memacu produksi perikanan budidaya tahun 2014 sebesar 16,89 juta ton atau meningkat 353% dibanding produksi tahun 2009 sebesar 4,78 juta ton. Peningkatan produksi tersebut akan mendorong perikanan dilihat sebagai sumber ekonomi baru nasional. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad saat membuka Forum Akselerasi Pembangunan Perikanan Budidaya 2010-2014 Wilayah Barat di Batam, Provinsi Kepulauan Riau (25/1).

     Lebih lanjut Fadel menyampaikan bahwa forum akselerasi merupakan salah satu langkah dalam menyamakan persepsi, menyamakan strategi dan membangun komitmen antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam mencapai target produksi perikanan budidaya. Guna mencapai gagasan besar tersebut, strategi yang digunakan harus fokus. Oleh karenanya, peningkatan produksi perikanan budidaya tidak diarahkan pada semua komoditas, melainkan terutama ditekankan pada beberapa komoditas potensial. Komoditas budidaya yang saat ini pun sudah kelihatan unggul produksinya adalah rumput laut, lele, patin, bandeng dan kerapu. Namun demikian, komoditas strategis yang potensial seperti udang, nila, mutiara, dan ikan hias tentu tidak ditinggalkan, tangkas Fadel.

     Menurut Dirjen Perikanan Budidaya, Made L. Nurdjana, pihaknya bersama Pemerintah Daerah dan masyarakat akan memacu produksi perikanan budidaya melalui 3 (tiga) target pembangunan. Pertama, seluruh potensi perikanan budidaya menjadi kawasan minapolitan dengan usaha yang bankable. Kedua, seluruh sentra produksi perikanan budidaya memiliki komoditas unggulan yang menerapkan teknologi inovatif dengan kemasan dan mutu yang terjamin. Ketiga, sarana dan prasarana perikanan budidaya mampu memenuhi kebutuhan serta diproduksi dalam negeri dan dibangun secara terintegrasi.

     Lompatan produksi budidaya bukanlah hal mustahil untuk dapat dilaksanakan. Setidaknya terdapat beberapa faktor yang mendukung, di antaranya: (1) ketersediaan lahan untuk budidaya (laut, payau dan tawar), (2) beberapa spesies ikan komersial telah berhasil dibudidayakan, (3) penguasaan teknologi dan ketersediaan SDM, dan (4) peningkatan permintaan pasar domestik dan internasional terhadap produk perikanan. Dalam rangka merealisasikan target tersebut, setidaknya diperlukan adanya tambahan kebutuhan modal kerja yang setiap tahunnya diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan, yaitu dari kebutuhan tambahan modal kerja tahun 2009 sebesar Rp 5,33 triliun meningkat menjadi Rp 12,68 triliun pada tahun 2014 atau tumbuh sebesar 20% per tahun, tegas Made.

     Dalam upaya untuk mencapai target produksi yang telah ditetapkan tersebut, Ditjen Perikanan Budidaya akan menempuh tiga pendekatan. Pertama, memfokuskan arah kegiatan APBN Ditjen Perikanan Budidaya untuk secara konsisten mengamankan capaian produksi tahun 2009 dan menumbuhkan wirausaha pemula perikanan budidaya, utamanya untuk komoditas-komoditas yang dapat dikembangkan dengan usaha skala rakyat, seperti rumput laut, patin, lele, nila, bandeng, udang windu, mas dan gurame. Kedua, mendorong dan mengoptimalkan pemanfaatan kredit program (KUR, KKP-E, PKBL dan BLU) untuk menggerakkan aktivitas usaha Kelompok Masyarakat Pembudidaya Ikan (POKDAKAN) Pemula sehingga menjadi POKDAKAN Madya, dan selanjutnya POKDAKAN Madya tumbuh berkembang menjadi POKDAKAN Maju. Ketiga, menciptakan iklim usaha yang mampu memacu POKDAKAN Maju untuk melakukan ekspansi dan memperbesar skala usahanya dengan menggunakan fasilitas kredit komersial, utamanya untuk komoditas udang vaname, ikan kerapu, ikan kakap putih, dan sebagian usaha budidaya ikan nila dan ikan patin di Keramba Jaring Apung (KJA).

     Dalam pengembangan budidaya ini perlu disertai tiga strategi, yakni (1) senantiasa disertai ketersediaan pasar, benih yang unggul, pakan yang murah dan ketersediaan air yang baik; (2) diciptakan sinergitas yang erat antara swasta, masyarakat dan Pemerintah. Sebagaimana pengalaman pada saat perkembangan budidaya udang di tahun 1980-an, alih teknologi saat itu adalah terutama oleh unsur swasta (penjual pakan dan benur), teman sendiri dan sedikit oleh penyuluh pemerintah; dan (3) mempertimbangkan dengan ketat pelestarian lingkungan, baik mengenai pembukaan lahan baru, maupun penerapan teknologi yang digunakan.

     Peserta Forum Akselerasi Pembangunan Perikanan Budidaya 2010-2014 Wilayah Barat, terdiri dari Pejabat Eselon I, II dan III lingkup Ditjen Perikanan Budidaya, Kepala UPT Balai Besar dan Balai lingkup Ditjen Perikanan Budidaya, Kepala Dinas Propinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota beserta Pejabat yang membidangi perencanaan Budidaya dan Pejabat yang membidangi Perikanan Budidaya dari seluruh Indonesia, para pakar perikanan budidaya yang tergabung dalam Tim renstra perikanan budidaya, praktisi dan akademisi di bidang perikanan budidaya. Sebelumnya hal serupa juga telah dilaksanakan di dua wilayah lainnya, yaitu wilayah Timur di Sulawesi Selatan dan wilayah Tengah di Surabaya.

     Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Dr. Soen'an H. Poernomo, M.Ed, Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, HP.08161933911




Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2010