Jakarta (ANTARA News) - Ekonom Sustanaible Development Indonesia (SDI) Dradjad H Wibowo mengingatkan bahwa kenaikan rating utang Indonesia tidak akan berdampak banyak terhadap perkembangan sektor riil namun yang justru harus diwaspadai adalah masuknya dana panas jangka pendek (hot money).
"Indonesia sebaiknya tidak terlalu percaya kepada rating tersebut, dan lebih waspada terhadap dana panas jangka pendek," kata Dradjad saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Ia menyebutkan, berdasar pengalaman selama ini, hot money berpotensi menimbulkan masalah kepada perekonomian jika tidak terkendali.
Dradjad menyebutkan, setelah krisis subprime mortgage, kepercayaan terhadap lembaga rating merosot drastis. Di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, pelaku pasar keuangan banyak yang mendiskonto rating dari lembaga rating.
Pelaku sektor riil dalam memutuskan investasi domestik maupun investasi langsung asing (FDI)- nya malah lebih mengandalkan intuisi bisnis, pengenalan terhadap pasar, informasi lapangan seperti kondisi infrastruktur, dan penegakan hukum, serta dan jaringan pasarnya.
"Jadi pengaruh rating tersebut terhadap FDI relatif kecil. Pengaruhnya lebih pada uang panas jangka pendek," kata mantan anggota Komisi XI DPR itu.
Menurut dia, akan lebih baik kalau Indonesia proaktif meyakinkan negara seperti China untuk mengalirkan dana bagi pembiayaan infrastruktur di Indonesia.
"Proyek-proyek infrastruktur perlu ditawarkan lebih proaktif lagi. Ini bisa mendongkrak investasi jauh lebih signifikan dibanding rating yang sudah turun kredibilitasnya," kata Dradjad.
Sebelumnya Lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings menaikkan peringkat utang Indonesia dari BB ke BB+, dan outlook untuk peringkat ini tetap stabil.
Kenaikan peringkat Indonesia itu adalah untuk peringkat utang jangka panjang dalam mata uang asing dan rupiah. Fitch juga menaikkan peringkat "country ceiling" Indonesia dari BB+ menjadi BBB dan mempertahankan peringkat utang jangka pendek pada B. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010