Jakarta (ANTARA News) - Pemanfaatan lahan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dewasa ini mengalami distorsi dan penyimpangan, baik dari segi fungsi dan lokasi wisata.

Akibatnya, secara psikologis dan nasionalis mengalami kemunduran, demikian siaran pers dari Pergerakan Reformasi Tionghoa Indonesia (PART) di Jakarta, Senin, menanggapi rencana pembangunan anjungan China di lokasi yang tak sebanding dengan lahan anjungan suku-suku lainnya.

Dalam siaran pers yang ditandatangani Ketua Umum PARTI, Lieus Sungkharisme, dijelaskan lahan yang digunakan Anjungan Tionghoa kurang lebih mencapai lima hektar, perbedaan yang jauh dari anjungan suku-suku lain yang hanya 2.000 meter, sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan kecemburuan dengan suku-suku lain.

Jelas, anjungan tersebut sangat tak sebanding dengan luas peruntukan rumah adat suku lain, ia menjelaskan.

Terkait rencana tersebut, Ketua Umum Parti itu mengaku telah melayangkan surat kepada Presiden terkait pembangunan anjungan tersebut. Termasuk kepada Wakil Presiden RI, Menko Polhukam, Menko Kesra, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, Kepala BIN, Ketua Umum Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI), dan Pimpinan Pengelola TMII.

Ia berpendapat bahwa pengelola TMII yang memberi batasan terhadap penggunaan lahan dan bangunan yang ada di dalam, bukan membiarkan salah satu etnis/suku jor-joran menunjukkan kemampuan finansialnya.

Seharusnya pihak Taman Mini-lah yang menetapkan bentuk dan luas areal untuk Anjungan Tionghoa, katanya.

Ada empat permintaan yang tertulis dalam surat edaran tersebut. Pertama, agar pengelola lebih bijaksana dalam melihat keberagaman yang ada di Indonesia dengan tidak mengistimewakan satu golongan/suku dari lainnya.

Kedua, agar mengoreksi dan mengevaluasi kembali pemberian izin penggunaan lahan dan sekaligus bangunan Anjungan Tionghoa di lokasi tersebut. PARTI meminta untuk Anjungan Tionghoa untuk disesuaikan dengan lahan yang digunakan oleh suku/etnis lainnya.

Ketiga, agar pengelola TMII menindaklanjuti keberatan dari pihak PARTI. Dikhawatirkan akan memicu kembali api sentimen Anti-China di masyarakat.

Keempat berisi kesiapan PARTI untuk berdialog dengan pihak TMII. Bila tidak diindahkan, PARTI siap melakukan tuntutan hukum ke pengadilan.

Taman Mini Indonesia Indah merupakan hasil inisiatif Ibu Tien di masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Seluruh elemen masyarakat dari berbagai suku yang ada, dan berbagai elemen budaya dari Sabang sampai Merauke berupa rumah adat dan segala sesuatu yang terkait dengan benda budaya masyarakat adat setempat.

Permintaan PARTI merupakan bentuk rasa kesetaraan antara etnis dan pencegahan akan terjadinya sentimen terhadap etnis Tionghoa dalam masyarakat. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010