Palembang (ANTARA News) - Novel "Angin", karya Toton Dai Permana (Thontowi Herijum Eka Permana) yang telah resmi diluncurkan di aula kampus Stisipol Candradimuka Palembang, Sabtu (23/1), menggambarkan potret kehidupan wartawan dan penyair (sastrawan) dalam pergulatan batin, profesi dan idealismenya.
Beberapa pembaca novel yang penerbitannya dipromotori Institut Jurnalistik Palembang (IJP) dan mendapatkan dukungan dari Pemprov Sumatra Selatan (Sumsel) dan Bank Sumsel serta berbagai pihak lainnya itu, di Palembang, Minggu, menilai keberadaan karya sastra itu akan dapat mendorong karya sastra penulis lokal terus dapat diterbitkan di daerah ini.
Sejumlah mahasiswa mengaku telah membaca novel itu, dan beberapa lainnya mencoba mencari di toko buku maupun meminjam kepada teman sesama mahasiswa, untuk dapat membacanya.
Materi dalam novel tersebut yang menggambarkan kehidupan wartawan dan sastrawan, dengan sisi gelap, cita-cita, idealisme dan kehidupan pribadinya termasuk konflik batin di dalamnya, juga akan dapat memancing perdebatan dan ruang-ruang dialog di kalangan akademisi di kampus yang mengkaji karya sastra maupun di kalangan profesi wartawan dan sastrawan.
Menurut Toton, peluncuran novel dengan setting Kota Palembang dan akar sosial budaya masyarakat Sumsel tersebut, diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi para penulis lokal lainnya untuk terus berkarya.
Dalam novel itu, Toton yang kini Kabag Humas Pemprov Sumsel, kental dengan nuansa kehidupan Kota Palembang di tahun 1980-an.
Kehidupan wartawan, dengan tokoh utama Rimba, dan penyair, Angin, digambarkan dalam alur cerita dengan bumbu kisah percintaan, intrik manusia, pertarungan hidup mati dan idealisme serta ideologi kehidupan di dalamnya.
Tergambar di dalam novel itu, pertarungan pilihan tokohnya untuk tetap berkarya sebagai sastrawan/seniman atau wartawan, atau mencari alternatif profesi lain yang menjanjikan.
Dikisahkan pula, bagaimana beban berat kehidupan sastrawan dan wartawan, harus menghadapi terpaan godaan dan tantangan serta "musuh" di sekelilingnya.
Wartawan harus berhadapan dengan godaan uang dan iming-iming pemberian fasilitas hidup dari pengusaha dan pihak lain--untuk dapat merekayasa berita dan karya jurnalistik yang dibuat--serta kehidupan penyair yang masih penuh dengan pahit getir.
Saat peluncuran, dua pembahas novel itu, Arief Ardiansyah (jurnalis) dan A Rafanie Igama, sepakat menilai karya sastra itu dapat menjadi bahan referensi untuk kajian ilmiah, perdebatan dan diskusi panjang tentang profesi wartawan-sastrawan dan idealismenya serta menilai kembali materi di dalamnya secara kebahasaan dan kesusastraan.
Namun Arief juga mengemukakan sejumlah sisi lemah novel yang justru belum mampu menggambarkan "pertarungan" sesungguhnya profesi wartawan saat harus berhadapan dengan penguasa (kekuasaan), karena dalam novel itu yang lebih banyak digambarkan hanya godaan dari pengusaha dengan uang dan fasilitas dimiliki untuk mempengaruhi berita dan tulisan dibuat wartawan.
Pegiat IJP, Maspril Aries, mengakui proses penerbitan Novel "Angin" itu memerlukan kerja keras sejak beberapa tahun terakhir--padahal naskah novel itu telah selesai dibuat penulisnya tahun 2005/2006 lalu--sehingga akhirnya bisa mendapatkan sponsor dan dukungan bisa diterbitkan dan diluncurkan.
Dia berharap, karya sastra dan tulis dari penulis lokal Sumsel dapat terus tumbuh dan bisa diterbitkan di daerah ini.
"Saatnya pula karya penulis lokal di Sumsel ini juga mendapatkan penghargaan untuk bisa ditampilkan pada rak-rak utama toko buku di sini," ujar Maspril yang juga jurnalis Harian Republika di Palembang itu.
Novel yang oleh penulisnya perlu waktu sekitar delapan bulan dalam proses penggarapannya, dipromotori IJP, kini dapat terbit 1.000 eksemplar dan telah beredar di Toko Buku Gramedia Palembang serta tempat lain, sehingga hasil penjualannya dapat digunakan untuk menerbitkan karya penulis lokal Sumsel lainnya.
IJP menurut Maspril, juga siap menyumbangkan novel itu untuk koleksi di perpustakaan daerah dan sekolah-sekolah di Sumsel.(*)
Oleh Luki Satrio
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010