"Dengan diberlakukannya ACFTA persaingan produk akan berbeda dengan persaingan sebelumnya. Sebelum China masuk perdagangan dunia, pesaing Indonesia adalah Eropa, Amerika, dan Jepang yang tidak memroduksi barang UMKM," kata Ketua Umum Komunitas UMKM DIY Prasetyo Atmosutidjo di Yogyakarta, Minggu.
Menurut dia, negara-negara tersebut bersaing dengan Indonesia tetapi tidak menggilas UMKM, karena produknya tidak mengarah pada UMKM. Berbeda dengan China yang merupakan pesaing berat dalam dunia usaha karena juga menguasai bidang UMKM.
"Produk-produk China yang tergolong pesaing berat antara lain batik, kerajinan kayu, bambu, keramik, dan jamu. UMKM DIY yang menghasilkan produk itu akan ikut terkena imbas, apalagi produk jamu China pada 2009 sudah menguasai 40 persen pangsa pasar di Indonesia," katanya.
Ia mengatakan dengan berlakunya ACFTA, produk China yang akan memainkan peran di negeri ini. Indonesia dengan 240 juta penduduk merupakan pangsa pasar yang menjanjikan bagi China.
"Untuk DIY saja, UMKM bisa menyerap 99 persen tenaga kerja, dan secara nasional mencapai 97 persen dari total unit usaha. Hal ini yang perlu mendapat perhatian pemerintah untuk menyelamatkannya," katanya.
Menurut dia, pemerintah diharapkan berani mengambil sikap tegas, baik dalam kegiatan keluar menyangkut negosiasi, maupun ke dalam negeri menyangkut perlindungan pasar, kemudahan fasilitas, modal, perizinan, pajak, alokasi anggaran yang lebih besar, dan prioritas pembelanjaan APBN untuk UMKM.
"China bisa menghasilkan produk dengan harga murah karena didukung oleh bunga yang sangat rendah, yakni untuk ekspor hanya satu persen. Kondisi itu berbeda dengan di Indonesia, untuk distribusi produk saja tidak gampang karena dikenai pajak tinggi dan biaya energi seperti listrik yang mahal," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010