Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Jumeri STP MSi mengatakan angka buta aksara di Tanah Air semakin menurun dari tahun ke tahun.

"Persentase buta aksara pada 2018 sebanyak 1,93 persen atau 3,29 juta orang, dan pada 2019 turun menjadi 1,78 persen, atau menjadi 3,076 juta orang," ujar Jumeri dalam taklimat media di Jakarta, Jumat.

Dengan demikian, angka buta aksara di Indonesia terus mengalami penurunan setiap tahunnya seiring dengan terlaksananya berbagai strategi yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan belajar masyarakat.

Jumeri menambahkan sektor pendidikan nonformal sama pentingnya dengan sektor pendidikan formal.

Baca juga: Kemendikbud sebut enam provinsi masih tinggi angka buta aksara

Baca juga: Suku Talang Mamak, kini mereka menolak hidup dalam ketidaktahuan

"Buta aksara perlu dientaskan karena menghambat akses kehidupan warga negara mulai dari mendapatkan informasi, kesehatan, dan mendapatkan pekerjaan," kata dia.

Indonesia, lanjut dia, dinilai berhasil dalam upaya penuntasan buta aksara, yang dibuktikan dengan memperoleh penghargaan dari UNESCO pada 2012, yakni King Sejong Literacy Prize.

Selain itu, sejak akhir tahun 2018, pemerintah Indonesia dipilih sebagai Komite Pengarah Aliansi Global Literasi (Global Alliance for Literacy) atau GAL UNESCO, atas keberhasilan Indonesia memberantas buta aksara.

GAL merupakan perkumpulan atau aliansi 29 negara yang terdiri dari 20 negara dengan angka melek huruf di bawah 50 persen (antara lain Afganistan dan beberapa negara di Afrika) dan E-9 Countries atau 9 negara berpenduduk terpadat di dunia dan memiliki angka melek huruf di atas 70 persen (antara lain India dan Indonesia).

Berdasarkan Statistik Kesejahteraan Nasional Badan Pusat Statistik 2019, angka melek aksara usia 15-59 tahun adalah sebesar 98,22 persen.

Sejumlah upaya yang dilakukan dalam mengentaskan buta aksara adalah pemutakhiran data buta aksara, strategi penuntasan, jejaring kemitraan dalam keaksaraan, dan inovasi pendidikan keaksaraan.

Selama masa pandemi COVID-19, pihaknya melakukan inovasi pembelajaran keaksaraan yakni dengan melakukan pembelajaran secara daring.

"Adanya berbagai kendala akibat dari COVID-19 ini, merupakan momentum yang tepat bagi kami untuk mengubah paradigma pendidikan dan pembelajaran keaksaraan yakni dengan menganalisis peran pendidik, kebijakan, sistem, tata kelola, serta tindakan yang efektif yang dapat mendukung aktivitas pendidikan dan pembelajaran," kata Jumeri.*

Baca juga: Rumdani, mengubah masyarakat buta aksara menjadi wirausaha

Baca juga: Membangun SDM unggul melalui pemberantasan buta aksara

Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020