Peneliti erosi tanah dari Geografi Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, M. Anggri Setiawan di Wonosobo, Jumat, mengatakan pada saat kejadian longsor curah hujan di wilayah tersebut mencapai 75 milimeter perhari. Padahal dalam kondisi normal curah hujan berkisar 10 hingga 20 milimeter perhari.
Ia mengatakan, di bagian atas tebing yang terdapat selokan di pinggir jalan, diperkirakan ada retakan yang telah tertutup sedimen. Saat curah hujan tinggi, air terus masuk ke dalam retakan karena tidak kuat menahan air maka tebing longsor.
Anggri yang kini sedang melakukan penelitian manajemen erosi di Desa Tieng ini mengatakan, wilayah tersebut memang rawan longsor terutama dilihat dari faktor geologi tanah yang ada merupakan endapan vulkanik dari Dieng berupa material lepas seperti pasir dan andesit sehingga mudah longsor.
"Kondisi tersebut berpotensi longsor cukup tinggi, apalagi ada getaran dari kendaraan seperti truk yang membawa beban berat sehingga menimbulkan gerakan tanah yang labil itu," katanya.
Bencana tanah longsor yang terjadi Rabu (20/1) sekitar pukul 11.50 WIB tersebut mengakibatkan sembilan rumah rusak berat akibat terkena longsoran dari tebing setinggi 50-60 meter. Sembilan rumah tersebut yakni milik Zainudin, Sahmudi, Muh Azis, Asngari, Bandini, Tusamin, Juariyah, Taziroh, dan Mukhzin.
Bencana tanah longsor itu juga mengakibatkan lima korban tewas, empat di antaranya meninggal di lokasi longsor karena tertimbun tanah, sedangkan seorang korban meninggal di Rumah Sakit Setjonegoro Wonosobo. Selain itu, ada satu korban bernama Wagisah yang diduga masih tertimbun dan kini dalam pencarian.
Keempat korwan yang tewas tertimbun, yakni Zainudin (54) dan Tusamin (48) ditemukan Rabu (20/1), Samsu Ramadon (24) dan Hartadi (19) ditemukan Kamis, sedangkan korban meninggal di RS bernama Muhroni.
Sedangkan korban luka yang dirawat di Puskesmas Kejajar sembilan orang, yaitu Sahmudi, Asngari, Muhtasin, Juwariyah, Bandiri, Tamis, Musdalifah, Alfi Nur Fitriani, dan Shikat. Selain itu, ada dua korban dirawat di rumah sakit, yakni Siti Faliyatun di RS Wonosobo dan Saodah yang semula di RS Wonosobo kemudian dirujuk ke RS Kariadi Semarang.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010