Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan ekspor komoditas kuda laut mencapai 10.000 ekor pada tahun 2024, mengingat keberhasilan Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung dalam memproduksi benihnya secara massal.
"KKP memproyeksikan Indonesia mampu memproduksi kuda laut hingga 10.000 ekor di tahun 2024 dan tahun 2020 ditargetkan memproduksi sebanyak 6.000 ekor," kata Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto di Jakarta, Jumat.
Slamer memaparkan, setidaknya ada 12 jenis kuda laut yang Indonesia miliki dan dua di antaranya telah berhasil dibudidayakan yakni untuk jenis Hippocampus kuda dan Hippocampus comes.
Menurut dia, dua jenis kuda laut iniah yang ke depan akan didorong sebagai salah satu unggulan ekspor.
Baca juga: Pantau peredaran ikan hias, Kemenko Maritim dorong produksi microchip
Dirjen Perikanan Budidaya KKP mengingatkan bahwa pada saat ini, perdagangan kuda laut masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Kondisi ini jika dilakukan terus menerus akan mengancam keseimbangan stok yang ada.
"Oleh karena itu, meski Indonesia belum menetapkan status perlindungannya, namun berdasarkan CITES status kuda laut masuk daftar appendix II Cites yang artinya pada perdagangan internasional harus dilakukan secara terbatas," paparnya.
Ia berpendapat bahwa keberhasilan budidaya ke depannya dipastikan akan mengurangi ketergantungan dari alam sehingga merupakan indikasi yang baik untuk ekspor, meski status perdagangan internasionalnya masuk Appendix II Cites.
Kementerian KLHK sebagai management authority telah menetapkan pemanfaatan kuda laut berdasarkan kuota.
"Oleh karenanya, proyeksi kita juga mengacu pada seberapa banyak untuk kepentingan ekspor, kebutuhan dalam negeri dan untuk restocking. Nanti akan kita petakan agar betul betul pemanfaatannya terukur dan terkendali," jelas Slamet.
Baca juga: Kemenko Maritim dan Investasi pangkas regulasi usaha ikan hias
Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut KKP, Andi Rusandi mengatakan bahwa sejak 2002, semua spesies kuda laut yakni sebanyak 33 jenis masuk daftar Appendix II Cites artinya perdagangan internasional kuda laut harus memenuhi ketentuan perdagangan melalui pembatasan kuota.
Menurut Andi, saat ini perdagangan kuda laut masih memakai satuan ekor, padahal produk yang diperdagangan kebanyakan dalam bentuk olahan atau ekstrak.
Sementara itu, Kepala BBPBL Lampung, Ujang Komarudin saat dimintai keterangannya mengatakan bahwa proses perekayasaan kuda laut telah dilakukan sejak tahun 1993 dengan melakukan domestikasi, dimana puncaknya tahun 2000, BBPBL Lampung berhasil memproduksi massal untuk dua jenis kuda laut yakni Hippocampus kuda dan Hippocampus comes.
Ujang juga menyampaikan, sejauh ini pihaknya telah melakukan upaya diseminasi teknologi budidayanya ke masyarakat, disamping memberikan bantuan benih dan melakukan restocking di Teluk Lampung.
"Saya kira kuda laut ini bisa jadi alternatif bisnis yang menjanjikan, ini karena pangsa pasar terbuka dan juga harga yang menggiurkan. Bayangkan untuk produk berkualitas rendah, saat ini dihargai 440 dollar AS; kualitas sedang sekitar 1.200 dollar AS; dan 2.600 dollar AS untuk kualitas tinggi. Saat ini permintaan dunia mencapai 24 juta ekor per tahun. Saya rasa ini momentum untuk mendorong budidaya lebih berkontribusi sebagai sumber devisa ekspor," ungkap Ujang.
Ujang juga mengungkapkan, potensi pengembangan pembudidayaan komoditas rumput laut yang cukup luas di antaranya terletak di daerah Lampung, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, Bali, Jawa Tengah (Cilacap), Sulteng, Aceh dan Maluku Utara.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020