"Perbankan harus juga melihat bahwa pembobolan terjadi karena lemahnya sistem teknologi informasi pada ATM," kata Ketua Umum YLKI Husna Zahir, kepada ANTARA, di Jakarta, Kamis.
Menurut Husna, aduan nasabah soal kejahanan lewat ATM ini sudah sering disampaikan kepada bank yang bersangkutan, namun nasabah selalu pada posisi yang lemah.
"Nasabah tidak bisa menunjukkan bukti bahwa rekeningnya bobol oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Nasabah selalu jadi pihak yang salah," katanya.
Dia mengkritik imbauan bank agar nasabah hati-hati bertransaksi melalui ATM adalah hal yang sudah diketahui nasabah.
"Tanpa disuruh pun nasabah pasti tidak ingin bobol. Tetapi, masalahnya kejahatan terjadi di ruang mesin ATM oleh penjahat dengan modus yang makin beragam," ujarnya.
Perbankan harus mengkoreksi diri dengan selalu meningkatkan pengamanan sistem teknologi ATM.
"Di satu sisi bank seakan mengarahkan nasabah dengan alasan kenyamanan agar bertransaksi melalu ATM, tetapi di sisi lain bank yang tidak bisa memberi jaminan keamanan. Ini "tidak fair", tegasnya.
Padahal transaksi melalui ATM umumnya seringkali juga dikenai biaya dari pada transaksi dengan cara konvensional di setiap cabang bank.
Menurut catatan YLKI, penyalahgunaan layanan perbankan masuk lima besar pengaduan masyarakat yang disampaikan kepada lembaga tersebut, selain perumahan, listrik, telekomunikasi, dan air.(*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010