Jakarta (ANTARA News) - Indonesia menghentikan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty dengan Mauritius karena berbagai kecurangan seperti adanya chanelling dan treaty shopping.

Kepala Sub Direktorat Penjanjian dan Kerjasama Perpajakan InternasionalDitjen Pajak, Astera Primanto Bhakti di Jakarta, Kamis, menjelaskan, tax treaty merupakan persetujuan dua negara atau lebih dengan membagihak untuk mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang berasal darisuatu negara yang diperoleh penduduk negara lain.

Primanto mengungkapkan hal itu dalam sosialisasi Peraturan DirjenPajak Nomor Per-61/PJ/2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan P3B danPer-62/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan P3B di Kantor Pusat DitjenPajak Jakarta.

Tax treaty diperlukan untuk mencegah pengenaan pajak berganda (double taxation), penghindaran pajak (tax avoidance), dan pengelakan pajak (tax evasion).

Tax treaty juga diperlukan untuk menghilangkan hambatan dalam perdagangan internasional dan investasi, serta mengoptimalkan kesejahteraan karena sumber daya teralokasi secara efisien.

Indonesia saat ini memiliki P3B dengan 58 negara yakni Australia, Bangladesh, Brunei Darussalam, India, Jepang, Jordania, Korea Utara, Korea Selatan, Kuwait, Malaysia, Mongolia, Selandia Baru, Pakistan, Filipina, Qatar, Arab Saudi, Singapura, Srilanka, Suriah, Taiwan dan Thailand.

Juga dengan China, Uni Emirat Arab, Vietnam, Aljazair, Kanada, Mesir, Mexico, Seychelles, Afrika Selatan, Sudan, Tunisia, Amerika Serikat, Venezuela, Austria, Belgia, Bulgaria, Ceko, Denmark dan Finlandia.

Selain itu Prancis, Jerman, Hungaria, Italia, Luxemburg, Belanda, Norwegia, Polandia, Rumania, Rusia, Slovakia, Spanyol, Swedia, Switzerland, Turki, Ukraina, United Kindom, dan Uzbekistan.

Sementara itu mengenai pemberlakuan aturan baru Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-61/PJ/2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan P3B dan Per-62/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan P3B sejak 1 Januari 2010, Primanto mengatakan, pemberlakuan antara lain dilatarbelakangi kesepakatan G-20 tentang transparansi dan akses informasi untuk pertukaran informasi perpajakan.

"Dengan adanya kesepakatan baru maka tidak dikenal lagi adanya negara-negara tax haven. Namun negara-negara yang aturan pajaknya tidak sesuai standar internasional akan masuk ke dalam non cooperative jurisdiction," kata Primanto.(*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010