Bossaso, Somalia (ANTARA News/Reuters) - Seorang pria bersenjata menembak mati politikus lokal di Puntland, Somalia utara, pembunuhan politis terakhir yang terjadi di wilayah semi-otonomi tersebut.
Saksi Nor Abdulle mengatakan, anggota parlemen bernama Mohamed Abdi Daqare diserang di sebuah jalan di pelabuhan Bossaso pada Selasa malam.
"Seorang pria bersenjata menembak anggota parlemen itu di kepala. Polisi bersenjata menutup daerah tersebut dan menangkap pelaku penembakan," kata Abdulle kepada Reuters.
Seorang kerabat politikus itu mengatakan, Daqare tewas kemudian di rumah sakit akibat luka-luka di kepalanya.
Puntland relatif stabil dibanding dengan wilayah-wilayah lain Somalia yang dilanda kekacauan. Namun, keadaan tidak aman meningkat dalam beberapa bulan ini di daerah tersebut, yang juga menjadi pangkalan perompak yang beroperasi di lepas pantai Somalia.
Para ahli mengatakan, daerah itu juga menjadi tempat kelompok kriminal terorganisasi, termasuk pemalsu uang dan penyelundup manusia.
Pada awal Januari, seorang anggota parlemen lain ditembak mati, sementara dalam insiden-insiden terpisah pada November, seorang anggota parlemnen dan seorang hakim yang memenjarakan perompak dan gerilyawan garis keras juga dibunuh.
Milisi garis Al-Shabaab dan sekutunya, Hezb al-Islam, berusaha menggulingkan pemerintah Presiden Sharif Sheikh Ahmed ketika mereka meluncurkan ofensif mematikan pada Mei tahun lalu.
Dalam beberapa hari terakhir ini, mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok milisi pro-pemerintah yang menentang pemberlakuan hukum Islam yang ketat di wilayah Somalia tengah dan selatan yang mereka kuasai.
Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah.
Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.
Sejak awal 2007, gerilyawan menggunakan taktik bergaya Irak, termasuk serangan-serangan bom dan pembunuhan pejabat, pekerja bantuan, intelektual dan prajurit Ethiopia.
Ribuan orang tewas dan sekitar satu juta orang hidup di tempat-tempat pengungsian di dalam negeri akibat konflik tersebut.
Pemerintah sementara telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan sejumlah tokoh oposisi, namun kesepakatan itu ditolak oleh Al-Shabaab dan kelompok-kelompok lain oposisi yang berhaluan keras.
Pemerintah transisi hanya menguasai sejumlah kecil wilayah di Mogadishu, ibukota Somalia, dan sisanya dikuasai Al-Shabaab yang diilhami Al-Qaeda dan kelompok lebih politis Hezb al-Islam.
Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.
Gerilyawan muslim garis keras, yang meluncurkan ofensif sejak 7 Mei untuk menggulingkan pemerintah sementara dukungan PBB yang dipimpin oleh tokoh moderat Sharif Ahmed, meningkatkan serangan-serangan mereka.
Tiga pejabat penting tewas dalam beberapa hari sejak itu, yang mencakup seorang anggota parlemen, seorang komandan kepolisian Mogadishu dan seorang menteri yang terbunuh dalam serangan bom bunuh diri.
Selain pemberontakan berdarah, pemerintah Somalia juga menghadapi rangkaian perompakan di lepas pantai negara Tanduk Afrika itu.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010