Jakarta (ANTARA News) - Program swastanisasi atau liberalisasi kewenangan untuk mengendalikan kelistrikan di Indonesia bisa berpotensi membuat tarif listrik semakin mahal karena penentuan tarif akan diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar.

"Menyerahkan pengelolaan listrik kepada swasta membuat tarif listrik semakin mahal," kata Ketua Umum Serikat Pekerja PT PLN Ahmad Daryoko dalam sidang panel uji materi UU Kelistrikan Nomor 30 Tahun 2009 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Rabu.

Ahmad mengilustrasikan, bila pengelolaan diserahkan kepada swasta maka akan terdapat berbagai perusahaan yang akan ikut campur dalam jalur produksi hingga kepada konsumen di Tanah Air.

Ia mencontohkan, bisa saja dalam pengelolaan listrik, pembangkitnya dibangun oleh perusahaan negara A, transmisinya oleh perusahaan negara B, distribusinya oleh perusahaan negara B, dan ritelnya kepada konsumen diserahkan kepada sejumlah konglomerat di Indonesia.

"Bisa anda bayangkan berapa tarif listrik yang harus dibayar bila menggunakan pola pengelolaan listrik seperti itu," katanya.

Pada saat ini, ujar dia, tarif listrik relatif terjangkau warga masyarakat karena pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada negara melalui PLN.

Ahmad membandingkan, tarif listrik di Indonesia sekitar 7 sen dolar AS per kwh, sedangkan di Filipina yang listriknya telah diswastanisasi tarifnya telah mencapai 20 sen dolar AS per kwh.

Untuk itu, Ahmad mengemukakan, pihaknya akan mengajukan ahli dari Inggris yang akan menerangkan tentang apa saja hal yang berpotensi membahayakan bila pengelolaan listrik diswastanisasi.

Ketua hakim panel, M Akil Mochtar mengimbau agar ahli yang diajukan berasal dari negara yang memiliki karakteristik mirip dengan Indonesia, yaitu sebuah negara kepulauan yang wilayahnya luas.

Hal tersebut, ujar Akil, agar juga bisa dapat diperoleh masukan tentang bagaimana cara terbaik untuk mengelola kelistrikan di sebuah negara kepulauan seperti Indonesia.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010