Abu Dhabi (ANTARA News/Reuters) - Negara maju harus meyakinkan negara-negara berkembang bahwa kesepakatan emisi gas rumah kaca tidak merugikan perekonomian mereka sebelum perundingan iklim global memperoleh kemajuan, kata pemerintah Inggris, Selasa.
Putaran perundingan iklim PBB selanjutnya di Meksiko akhir tahun ini bertujuan untuk memastikan penyebab gagalnya perunding mencapai kesepakatan di Kopenhagen Desember lalu.
Perundingan itu sendiri dimaksudkan untuk mencapai perjanjian baru yang akan mengganti Protokol Kyoto guna membatasi pemanasan global dari 2013.
Salah satu alasan kegagalan Kopenhagen, menurut kalangan analis, adalah kecurigaan beberapa negara berkembang khususnya terhadap China sebagai salah satu penghasil emisi karbon utama dunia bahwa mereka diharapkan mau segera menerima pemotongan emisi yang mengikat.
"Kami punya tugas untuk meyakinkan negara berkembang bahwa mereka tidak akan melihat pertumbuhan dan perkembangan mereka dibatasi jika menjadi bagian dari kerangka hukum," kata Menteri Energi dan Perubahan Iklim Inggris,Ed Milliband.
Tetapi para pejabat dan eksekutif di sebuah konferensi energi terbarukan di Abu Dhabi mengatakan ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan jika perundingan Meksiko diharapkan tidak mengulangi kegagalan perundingan Kopenhagen.
Pemerintah perlu bergerak keluar dari saling tuduh setelah Kopenhagen, kata Rajendra Pachauri, kepala Panel Antarpemerintah PBB tentang Perubahan Iklim (IPCC).
"Meksiko dapat menghasilkan kesepakatan yang mengikat, tetapi ada berbagai faktor kritis yang memerlukan upaya luar biasa," katanya.
"Kita memerlukan kepemimpinan dari beberapa negara di dunia. Seharusnya tidak ada pertengkaran setelah perasaan cemas usai konferensi Kopenhagen."
Sebanyak 194 negara di pertemuan puncak itu "mencatat" hasil akhir, sebuah persetujuan singkat Kopenhagen yang menetapkan target secara samar dan tidak mengikat.
Sebagian besar negara maju dan berkembang harus bertanggung jawab dalam membatasi pemanasan global daripada berharap mereka memperoleh pengecualian dari kesepakatan yang dihasilkan, kata Lord Browne, ketua Accenture Group dan mantan kepala eksekutif utama minyak BP.
"Saya pikir penting bagi sebagian besar perekonomian untuk mengakui bahwa tidak ada seorang pun dapat memperoleh tumpangan gratis," katanya.
Kawasan Teluk memiliki beberapa negara penghasil emisi gas rumah kaca per kapita terbesar di dunia, dengan anggota OPEC dan eksporter gas alam cair (LNG) terbesar di dunia, Qatar ada di daftar atas.
Wakil perdana menteri yang juga menteri minyak Qatar mengatakan saling tuduh atas peran produsen energi sebagai penghasil emisi perlu dilunakkan.
"Mengapa Kopenhagen gagal?" tanya Menteri Perminyakan Qatar, Abdullah bin Hamad Al-Attiyah, pada sebuah sidang di konferensi itu. "Karena ketika Anda pergi ke Kopenhagen, anda merasa bahwa seseorang sedang mencoba untuk menciptakan kambing hitam. Anda mencoba untuk menyalahkan produsen minyak dan gas."
Namun, Attiyah sendiri menunjukkan betapa dalam perbedaan atas bahasa yang keberatan terhadap istilah "energi alternatif", yang dikatakannya secara tersirat pada akhirnya mengganti produksi minyak dan gas.
"Ketika Anda memiliki sesuatu untuk dilindungi, beberapa negara menentang penggunaan minyak sampai mereka menemukannya," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010