Jakarta (ANTARA News) - PT PLN (Persero) mengharapkan pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) dapat memberikan kontribusi sebesar 40 persen dari kebutuhan tambahan pembangkit hingga 2018.

Direktur Perencanaan dan Teknologi PLN Nasri Sebayang dalam diskusi kelistrikan di Jakarta, Selasa mengatakan, kebutuhan pembangkit akan mengalami kenaikan dari 29.000 MW pada 2008 menjadi 68.000 MW pada 2018 atau dibutuhkan tambahan pembangkit 39.000 MW.

"Dari kebutuhan tersebut, PLN hanya mampu membangun 60 persen (24.000 MW), sedang sisanya 40 persen dari IPP (15.000 MW)," katanya.

Menurut dia, kebutuhan pendanaan hingga 2018 diperkirakan mencapai 80 miliar dolar AS, sehingga PLN dan pemerintah mesti menyediakan 48 miliar dolar AS, sedang kontribusi IPP sebesar 32 miliar dolar AS.

Ia mengatakan, saat ini, rasio keberhasilan proyek IPP pada generasi pertama dan kedua memang masih kecil yakni hanya 30 persen.

"Namun, pada generasi ketiga ini, kami akan melakukan terobosan seperti mengikutsertakan pemberi pinjaman sejak awal yakni saat proses tender. Karena ternyata, permasalahan IPP adalah pendanaan," ujarnya.

Pada program percepatan pembangunan pembangkit 10.000 MW tahap kedua, lanjutnya, kontribusi IPP diharapkan mencapai 50 persen dan sisanya PLN.

Nasri juga mengatakan, pemerintah hendaknya menjamin ketersediaan batubara dan gas melalui kebijakan kewajiban pasok ke dalam negeri (domestic market obligation/DMO).

"Kami perlu dukungan DMO, minimal volumenya. Kalau harga, bisa dinegosiasikan," ujarnya.

Di sisi lain, lanjutnya. PLN akan terus menekan konsumsi BBM dari 6,2 juta kiloliter pada 2010 menjadi hanya 2,5-3 juta kiloliter atau di bawah lima persen dari bauran energi pembangkit pada 2015.

Nasri juga mengatakan, pada 2010, PLN membutuhkan pendanaan sebesar Rp70 triliun, namun masih terdapat kekurangan Rp18 triliun.

"Masih ada `gap`. Kalau `gap` ini tidak tertutupi, maka tidak ada perkuatan sistem kelistrikan," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010