Jakarta (ANTARA News) - Serikat Pengacara Rakyat (SPR) meminta Polri mengawasi kekerasan antartahanan terkait dugaan tindak kekerasan yang yang dialami Susandi alias Aan, mantan Karyawan PT Maritim Nusantara Jaya, yang mengaku disekap, dianiaya dan dijebak kasus narkoba di sebuah gedung di Jakarta belum lama ini.
Juru Bicara SPR Habiburokhman,SH dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa, mengatakan, terlepas dari benar atau tidaknya Aan dijebak, dianiaya dan disekap maka saat ini semua pihak harus mengawasi proses penyidikan yang tengah dilakukan oleh pihak kepolisian.
Menurut Habiburokhman, polisi juga harus menjamin bahwa segala aturan mengenai penyidikan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang hukum acara Pidana (KUHAP) dilaksanakan secara konsekuen. Termasuk juga segala sesuatu yang menjadi hak Aan sebagai tersangka haruslah diberikan tanpa ada terkecuali.
"Polisi harus menerapkan azas keterbukaan dalam penyidikan kasus Aan ini dan jangan sampai ada sesuatu hal yang ditutup-tutupi. Hendaknya polisi senantiasa meng-update setiap perkembangan penyidikan kasus ini kepada publik melalui media massa, sehingga jika terjadi penyimpangan dalam penyidikan akan segera bisa terdeteksi," katanya.
Habiburokhman menegaskan, polisi juga harus mengawasi praktik kekerasan antar tahanan yang terjadi dalam Rutan.
"Jangan sampai Aan menjadi korban kekerasan antartahanan dalam Rutan. Walaupun cukup sulit untuk mencegah terjadinya kekerasan antar tahanan, namun Polisi harus berupaya semaksimal mungkin mencegah hal tersebut terjadi. Sebab walau bagaimanapun keamanan tahanan dalam Rutan juga merupakan tanggung-jawab polisi," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri, Irjen Pol Edward Aritonang mengatakan, pihaknya menerima laporan tidak ada indikasi anggota Polda Maluku yang terlibat pembiaran tindakan penganiayaan terhadap Aan Susandhi (30).
"Saya sudah kontak Kapolda Maluku bahwa tidak ada indikasi anggota polisi yang terlibat pembiaran penganiayaan terhadap Aan," kata Edward di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin.
Sebelumnya, seorang karyawan PT Maritim Timur Jaya, Aan melaporkan sejumlah anggota Polda Maluku terkait dugaan pembiaran tindakan penganiayaan oleh pimpinan perusahaannya berinisial VBL kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri.
Pengacara Aan, Sunggul Sirait beberapa waktu, mengatakan peristiwa itu berawal saat Aan mengurus administrasi pertanggungjawabannya selama menjadi karyawan PT Maritim Timur Jaya dengan pihak PT Artha Graha di gedung Artha Graha, Jakarta Selatan.
Kemudian, VBL datang bersama tiga anggota Polda Maluku dan membawa Aan ke lantai delapan gedung itu, serta menginterogasi soal kepemilikan senjata ilegal dari mantan pimpinan perusahaan berinisial DT.
Akibat pemukulan itu, Aan mengalami bibir pecah, luka lebam pada mata kiri, rahang memar, dada sesak hingga batuk darah.
VBL diduga melakukan tindakan kekerasan VBL terhadap Aan di depan anggota Polda Maluku itu sehingga korban melaporkan pembiaran pemukulan itu kepada Propam Mabes Polri.
Selain Aan juga melaporkan VBL dengan tuduhan melakukan tindakan kekerasan kepada Polda Metro Jaya.
Namun demikian, anggota Polda Maluku menangkap Aan dengan kasus kepemilikan narkoba berupa satu butir pil ekstasi yang sudah dihancurkan dan disimpan di dalam dompet.
Kemudian Polda Maluku melimpahkan penanganan kasus kepemilikan narkoba itu kepada Polda Metro Jaya.
Sementara itu, Wakil Kepala Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Sulistyo Ishak menyatakan, proses pemberkasan Aan terkait kasus narkoba memasuki tahap satu kepada kejaksaan, 16 Januari 2010.
Sedangkan kasus pembiaran tindakan kekerasannya masih ditindaklanjuti termasuk dugaan pemukulan VBL terhadap Aan.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010