Tangerang (ANTARA News) - Herman Sarens Sudiro hingga Selasa dinihari belum dijemput paksa oleh petugas Polisi Militer Angkatan Darat dari kediamannya Blok G-5 No. 18 di Cluster Vermont Park Perumahan BSD City Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten.
Pemantauan ANTARA, Selasa, diduga Herman masih berada di dalam rumah yang berwarna coklat muda berlantai dua itu, dan petugas Polisi Militer masih siaga.
Bahkan kendaraan sedan warna hitam dengan nomor polisi B-297-RS yang biasanya digunakan Herman masih berada di garasi rumah yang tidak memiliki pagar itu.
Demikian pula sejumlah wartawan dan kameramen televisi diizinkan masuk untuk beberapa saat oleh petugas pengamanan perumahan mewah tersebut untuk mengambil gambar.
Namun tidak diperoleh konfirmasi dari petugas maupun pemilik rumah. Kemudian petugas pengamanan mempersilahkan wartawan untuk kembali di gerbang utama perumahan itu.
Sebelumnya, Komandan Pusat Polisi Militer Angkatan Darat, Mayjen TNI Subagja Djiwapradja, mengatakan pihaknya berupaya memanggil paksa Herman Sarens dari kediamannya karena yang bersangkutan sudah tiga kali tidak memenuhi surat pemanggilan oleh auditur militer terkait masalah penguasaan aset TNI.
Pemanggilan paksa dilakukan karena pria kelahiran Pandeglang, Banten, 24 Mei 1930 itu sudah tiga kali dipanggil awalnya pada Januari 2009, kemudian Februari 2009 dan terakhir Maret 2009, tapi diabaikan dengan berbagai alasan.
Herman Sarens selain pensiunan perwira tinggi TNI Angkatan Darat, dengan pangkat terakhir Brigadir Jenderal (Brigjen) juga dikenal sebagai mantan diplomat, pengusaha, tokoh olah raga menembak dan berkuda, serta promotor tinju.
Subagja mengatakan kasus yang menimpa Herman sebenarnya sudah terjadi sejak 1980-an, karena pada saat itu yang bersangkutan masih anggota militer maka yang menanganinya adalah polisi militer.
Setelah bersatus sipil (pensiun), lanjut Subagja, maka Herman Sarens menolak panggilan dari pihak oditur militer dan meminta agar yang memanggil adalah polisi.
Pensiunan perwira tinggi bintang satu itu membantah telah melakukan pengelapan aset milik negara berupa tanah di Jalan Warung Buncit Raya No. 301, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan yang dituduhkan kepadanya.
Herman Sarens melalui supir pribadinya membagikan fotokopi pernyataannya kepada wartawan di pintu gerbang pos penjagaan yang berisikan bantahan terhadap tuduhan tersebut.
Disebutkan dalam pernyataannya bahwa tanah miliknya yang berada di Jalan Warung Buncit No 301 itu merupakan pembelian Herman sewaktu menjadi asisten kepala staf Komando Operasi Tertinggi (KOTI) tahun 1966/1967, bukan aset negara atau TNI.
Bahkan Herman Sarens menyebutkan tanah seluas tiga hektare dibeli dari Ngudi Gunawan, salah seorang pedagang sebesar Rp10 juta dan mutlak menjadi milik Herman sejak saat itu.
Hingga berita ini diturunkan, petugas Polisi Militer berpakaian lengkap masih siaga di depan dan samping rumah Herman Sarens.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010