APD hasil penanganan COVID-19 dan cairan-cairannya dimasukkan dalam limbah B3
Jakarta (ANTARA) - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) memuji Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang bergerak cepat mengatasi permasalahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) medis yang timbul akibat pandemi COVID-19.
"Saya lihat KLHK gerak cepat ketika awal COVID-19 itu muncul, KLHK lakukan korespondensi dengan Gugus Tugas menetapkan APD hasil penanganan COVID-19 dan cairan-cairannya dimasukkan dalam limbah B3," kata Azwar Rasmin dari Bidang 4 Perhubungan dan BUMN BPP HIPMI, dalam diskusi Satuan Tugas Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta, Selasa.
Azwar juga memuji KLHK mengeluarkan Surat Edaran Menteri LHK Nomor SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan COVID-19 yang ditujukan kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dan kepala daerah di di seluruh Indonesia.
Anggota DPRD Kota Makassar itu juga mengatakan dengan adanya kebutuhan tersebut maka sebetulnya terdapat peluang usaha bagi pengusaha muda dalam pengelolaan limbah B3, mengingat masih sedikitnya perusahaan yang fokus ke dalam sektor bisnis tersebut.
Baca juga: Walhi Jakarta ingatkan warga gunakan masker kain kurangi limbah medis
Baca juga: Limbah medis Indonesia lebih dari 1.100 ton
Menurut data KLHK per April 2020, terdapat 14 perusahaan jasa pengolah limbah B3, termasuk limbah medis, yang tersebar di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Ria dan Kalimantan Timur.
Pengusaha yang ingin bergerak di bidang pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan izin dari KLHK dan harus melewati prosedur untuk memastikan keamanan karena menyangkut kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
Yaser Djafar dari Bidang 4 Perhubungan dan BUMN BPP HIPMI mengatakan terdapat beberapa peluang dalam sektor pengelolaan limbah B3. Peluang itu seperti jasa pengangkut, pengolahan, penyedia alat pemusnah pelatihan penanganan limbah medis COVID-19, jasa pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
Untuk itu dia mendorong para pengusaha muda untuk memanfaatkan kesempatan tersebut, karena selain memberikan peluang baru tapi sekaligus juga mengurangi limbah medis infeksius berakhir di lingkungan.
"Sekarang kan banyak dibuang malah berakhirnya ke laut, ke sungai. Padahal sebenarnya barang itu bisa diolah dan bisa menghasilkan, itu harus diolah kembali karena peningkatan produksi limbah pada saat COVID-19 signifikan," tegasnya.
Baca juga: LSM: Pengelolaan limbah medis OTG harus ditangani dengan baik
Baca juga: Limbah infeksius di Riau melonjak 500 persen akibat wabah COVID-19
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020