Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin, mengatakan persyaratan itu merupakan langkah yang diambil pemerintah untuk memastikan perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) turut menyediakan mekanisme pemulihan yang efektif untuk pekerja migran yang menjadi korban.
"Deposito yang dimaksudkan merupakan alternatif jaminan jika P3MI lalai dalam melakukan kewajibannya sehingga pekerja migran dapat akses untuk pemulihan," tutur Andy Yentriyani.
Komnas Perempuan memandang pengaturan itu tidak menghalangi usaha P3MI seperti yang didalilkan pemohon Asosiasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Aspataki), melainkan untuk memastikan penghormatan terhadap hak asasi manusia dari orang lain.
Selain itu, pihaknya menyoroti masih adanya impunitas terhadap kasus-kasus yang menempatkan pekerja migran sebagai korban karena lemahnya penegakan hukum dan tidak berjalannya pemulihan korban.
Berdasarkan data Komnas Perempuan, pekerja migran didominasi perempuan dengan risiko dalam seluruh proses, baik itu mulai dari rekrutmen sampai pemulangan sektor yang dimasuki.
"Kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi yang dihadapi oleh perempuan pekerja migran memiliki lapisan yang berganda, baik karena jenis kelaminnya mau pun jenis pekerjaannya," tutur Andy.
Ada pun Aspataki mengajukan uji materi Pasal 54 ayat (1) huruf a dan huruf b, Pasal 82 huruf a, serta Pasal 85 huruf a UU PPMI. Menurut pemohon, uang sebesar Rp5 miliar bukanlah jumlah yang dapat dijangkau oleh setiap entitas, termasuk P3MI, apalagi kondisi perekonomian global sedang lesu.
Baca juga: Hukum kemarin, KPK hentikan 36 kasus hingga uji materi UU Migran
Baca juga: Pemerintah perlu buat regulasi turunan UU Perlindungan Pekerja Migran
Baca juga: Pemerintah diingatkan terbitkan PP UU Buruh Migran
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020