Denpasar (ANTARA News) - Kesaksian Nengah Mercadana yang mengaku diarahkan pengacara terdakwa Nyoman Susrama agar dirinya menyatakan masuk kerja 11 Februari 2009, menjadi kunci mengungkap kasus pembunuhan wartawan AA Narendra Prabangsa.
"Sebab kalau benar, dia bekerja di rumah Susrama pada tanggal 11 tersebut, maka logikanya pada saat itu tidak terjadi pembunuhan di rumah itu. Prabangsa diketahui dibunuh di rumah Susrama pada 11 Februari 2009," ujar Aiptu Made Tirta Yasa, penyidik Polda Bali di Denpasar, Sabtu.
Ia mengungkapkan hal terkait pembunuhan wartawan Radar Bali itu saat memberikan keterangan sebagai saksi pada sidang lanjutan Majelis Kode Etik dengan teradu Nyoman Suryadharma, SH, selaku pengacara Susrama, di kampus Institut Hindu Darma Negeri (IHDN) Denpasar.
Menurut Aiptu Yasa, bahwa keterangan Mercadana di depan sidang kasus pembunuhan Prabangsa di PN Denpasar, juga sinkron dengan keterangan terdakwa Susrama, yang mengaku pada 11 Februari 2009 berada di rumahnya di Banjar Petak, Bebalang, Kabupaten Bangli.
Sejauh ini, dari hasil penyelidikan polisi, di rumah Susrama di Banjar Petak tersebut diketahui sebagai tempat dilakukannya tindak pembunuhan terhadap Prabangsa oleh Susrama dengan delapan orang yang membantunya.
Di depan sidang siang itu, saksi Yasa juga mengaku terkejut mendengar keterangan Mercadana yang menyebut dirinya diarahkan pengacara. Apalagi, arahan itu terkait peristiwa pada 11 Februari 2009 yang diduga saat Prabangsa dibunuh oleh terdakwa Susrama bersama delapan terdakwa lainnya.
Sidang kode etik yang dipimpin Ketua Majelis Nyoman Budi Adyana, SH, menghadirkan dua saksi dari kalangan penyidik Polri serta dua wartawan. Dalam sidang yang berlangsung tertutup itu, baik teradu Suryadharma maupun pengadu Solidaritas Jurnalias Bali (SJB), masing-masing didampingi kuasa hukum.
Yasa menyebutkan, pemeriksaan yang dilakukan pihaknya terhadap Mercadana, berlangsung 17 Juli 2009 di markas Polres Bangli. Saat itu, Mercadana yang kepala tukang pada pembangunan rumah milik Susrama, secara tegas mengaku tidak bekerja pada 11 Februari 2009.
"Mercadana mengaku tidak bekerja seperti biasa pada hari itu, setelah sebelumnya diperintahkan libur oleh Susrama. Jika benar hari tersebut saksi bekerja seperti biasa, lantas kenapa Mercadana disuruh menyalin surat pernyataan yang menerangkan bekerja pada hari itu," ungkap Yasa.
Hal inilah yang dinilainya janggal, sehingga Yasa pun menyimpulkan keterangan Mercadana menjadi kunci pengungkapan kasus tersebut.
Dikatakan Yasa, pada tanggal 23 Mei 2009, Mercadana dipanggil ke rumah jabatan Bupati Bangli Nengah Arnawa, yang adalah kakak kandung Susrama. Di rumah itu, Mercadana dipertemukan dengan pengacara Susrama, yang antara lain adalah Suryadharma.
"Saat itulah Mercadana diminta membuat surat pernyataan yang isinya menyatakan bahwa dirinya bekerja pada tanggal 11 Februari. Padahal sebenarnya tidak," tegas Yasa.
Saat diperiksa di depan penyidik, Mercadana tidak dapat menyebutkan identitas pengacara Susrama yang telah menyuruh dirinya untuk berbohong seperti itu. "Dia hanya menyebut ada enam pengacara," ujar Yasa.
Meski begitu, pada persidangan di PN Denpasar, 5 Nopember 2009, Yasa yang hadir menonton jalannya sidang, mengaku melihat Mercadana menunjuk ke arah Suryadharma SH sebagai salah seorang pengacara yang mengarahkannya untuk berbohong itu.
Dalam kesempatan itu, Yasa juga memberikan keterangan bahwa selama memeriksa para terdakwa maupun saksi tidak pernah melakukan tindak kekerasan atau penyiksaan, seperti yang sempat dituduhkan beberapa terdakwa.
Sidang Majelis Etik digelar berdasar pengaduan Solidaritas Jurnalis Bali, menyusul keterangan Mercadana di persidangan PN Denpasar, yang menyatakan dirinya diminta berbohong oleh pengacara terdakwa Susrama.
Persidangan dengan majelis dari Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) Denpasar itu dijadwalkan dilanjutkan Sabtu (23/1) mendatang dengan agenda mengajukan enam saksi dan alat-alat bukti dari pihak teradu.
Sidang siang itu mendapat perhatian serius kalangan jurnalis di Bali serta para praktisi hukum dan beberapa LSM setempat.
Suryadharma diadukan Solidaritas Jurnalis Bali yang terdiri dari lima organisasi wartawan, yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI), PWI-Reformasi dan Persatuan Wartawan Multimedia Indonesia (Perwami).(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010