Beirut (ANTARA) - Mustapha Adib, Duta Besar Lebanon untuk Jerman, ditunjuk sebagai calon perdana menteri Lebanon pada Senin, menjelang kunjungan resmi Presiden Prancis Emmanuel Macron--yang akan mendorong adanya reformasi di negara itu.
Adib muncul sebagai calon kuat perdana menteri setelah dinominasikan pada Minggu (30/8) oleh sejumlah mantan perdana menteri, termasuk Saad al-Hariri, ketua partai Muslim Sunni terbesar di Lebanon. Jabatan perdana menteri harus diisi oleh orang Sunni.
Selain Partai Pergerakan Masa Depan (Future Movement/FM) yang dipimpin Hariri, Partai Hizbullah yang didukung oleh partai Muslim Syi'ah Iran dan Partai Sosialis Progresif yang dipimpin politisi Druze, Walid Jumblatt, adalah beberapa kelompok yang mengajukan Adib dalam konsultasi formal dengan Presiden Lebanon Michel Aoun pada hari ini.
Partai Kristen Pergerakan Patriotik Merdeka (FPM), sekutu politik Hizbullah yang didirikan oleh Aoun, juga akan memberikan dukungan untuk Adib, menurut Gebran Bassil, menantu Aoun sekaligus pemimpin partai tersebut.
Aoun, seorang penganut Kristen Maronit, harus menunjuk kandidat perdana menteri yang mendapat dukungan besar dari pembuat kebijakan, dan Adib unggul dalam hal ini.
Sementara itu, Presiden Macron dijadwalkan tiba di Ibu Kota Beirut pada Senin malam waktu setempat dan akan bertemu dengan politisi Lebanon pada Selasa (1/9) esok hari.
Macron berperan dalam upaya internasional menekan pemimpin Lebanon untuk membenahi krisis keuangan yang bahkan telah terjadi jauh sebelum ledakan masif di Beirut pada 4 Agustus, yang menewaskan 190 orang.
Beberapa pejabat senior Lebanon menyebut bahwa Macron telah menekan para pemimpin Lebanon untuk bersepakat dengan nama seorang kandidat dalam waktu 48 jam sebelum muncul konsensus untuk mengusung Adib. Pekan lalu, hanya muncul kebuntuan dalam penunjukan nama kandidat tersebut.
Setelah ada penunjukan kandidat, proses membentuk pemerintahan baru akan dimulai. Hingga pemerintahan baru disetujui, pemerintah yang mundur--dalam hal ini yang keluar ada 10 Agustus lalu, melanjutkan perannya dalam kapasitas sebagai pengurus.
Krisis keuangan yang terjadi di Lebanon telah membuat mata uang negara itu terjun hingga 80% sejak Oktober tahun lalu, membuat nasabah tidak dapat melakukan apapun dengan deposit tabungan mereka dalam sistem perbankan yang lumpuh sehingga memicu kemiskinan dan pengangguran.
Sumber: Reuters
Baca juga: Prancis susun peta reformasi bagi Lebanon
Baca juga: Presiden Lebanon tolak dugaan Hezbollah dalang ledakan di Beirut
Penerjemah: Suwanti
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2020