negara endemik DBD, dimana penularannya terjadi secara terus menerus setiap tahunnya

Makassar (ANTARA) - Guru Besar Kesehatan Lingkungan FKM Universitas Airlangga Prof Dr Ririh Yudhastuti drh MSc mengatakan ancaman DBD di tengah pandemi COVID-19 bisa dicegah dengan menurunkan populasi vektor nyamuk pada tingkat yang tidak membahayakan kesehatan masyarakat.

Selain itu, dibutuhkan peran serta masyarakat dalam mengendalikan DBD, terutama tempat umum dan institusi yang ditinggalkan karena kebijakan WFH, PSBB, dan beberapa kebijakan lainnya selama masa pandemi.

Selalu menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, sekaligus melakukan prediksi kasus DBD selama musim hujan dan manajemen yang baik walau ada pandemi COVID-19, kata Prof Ririh saat tampil sebagai narasumber dalam webinar nasional seri dua dengan tema "Pencegahan dan Pengendalian Penyakit DBD di Masa Pandemi COVID-19" yang digelar FKM Unhas, Senin.

"Indonesia sebagai negara kepulauan tropis terpadat di Asia Tenggara merupakan negara endemik DBD, dimana penularannya terjadi secara terus menerus setiap tahunnya," ujarnya.

Hingga Juni 2020, kasus sebaran DBD di Indonesia pada masa pandemi Covid-19 berjumlah 68.753 kasus, dengan kasus kematian 500 orang.

Baca juga: Ahli kesehatan sebut daya tahan tubuh penting cegah DBD

Baca juga: Dokter Reisa ingatkan risiko pasien COVID-19 terjangkit DBD

Wilayah dengan banyak kasus DBD merupakan wilayah dengan kasus COVID-19 yang tinggi pula seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, NTT, dan beberapa kabupaten/kota di Indonesia.

"Mobilitas, kondisi iklim dan urbanisasi merupakan faktor yang diketahui mendorong penyebaran penyakit secara geografis dari daerah endemik ke seluruh daerah non endemik, sehingga menyebabkan peningkatan resiko penyebaran," jelas Prof Ririh.

Dekan FKM Unhas Dr Aminuddin Syam MKes MMed Ed menjelaskan FKM Unhas terus berkreasi menghadirkan wadah edukasi yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan diri dan lingkungan.

"Saat ini kasus sebaran DBD sudah meluas seiring dengan kasus pandemi COVID-19. Sementara itu, gejala dari dua kasus ini hampir sama. Jadi agak sulit untuk membedakan," ujarnya.

"Sehingga perlu untuk mengetahui secara pasti gejala dari dua kasus tersebut. Kami berharap, melalui webinar ini informasi bisa bertambah agar penanganan bisa dilakukan secara tepat," lanjut Aminuddin.

Webinar ini juga menghadirkan Dr dr Rita Kusriastuti MSc (Ketua Umum Perkumpulan Pemberantasan Penyakit Parasitik dan Penyakit Tropis Indonesia) dan Prof dr Hasanuddin Ishaq MSc PhD yang juga Guru Besar Kesehatan Lingkungan FKM Unhas.

Baca juga: Kemenkes: DBD masih mengintai saat pandemi COVID-19

Baca juga: IDI ingatkan DBD bisa perparah kondisi pasien COVID-19

Pewarta: Abdul Kadir
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020