Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Negara Koperasi dan UKM (KemenegKUKM) akan mengusulkan pemberlakuan proteksi bagi produk UKM yang berada di sentra eks-gempa DIY 2004 lalu dari dampak Asean-China FTA.
"Saya pikir perlu sekali dilakukan proteksi bagi mereka karena dikhawatirkan akan terdampak baik di hulu maupun hilirnya," kata Deputi Bidang Pengembangan SDM UKMK KemenegKUKM, Neddy Rafinaldi Halim, di Jakarta, Jumat.
Tanggapan itu terkait tuntutan sejumlah UKM di DIY yang meminta penundaan pemberlakuan tarif nol persen terkait ACFTA.
Ia mengatakan, sentra-sentra produksi KUKM di wilayah DIY yang pernah tertimpa bencana gempa parah memerlukan waktu lama untuk memulihkan daya saingnya.
"Bencana gempa waktu itu sistemik akibatnya, sentra mengalami kerusakakan parah, pelaku UKM di sana dihadapkan pada pasar yang belum pulih, kerusakan infrastruktur, hingga trauma psikis di dalamnya," katanya.
Sampai saat ini, pelaku KUKM di wilayah itu dinilai belum sepenuhnya siap bersaing dalam pasar bebas ASEAN-China.
"Kita memang tidak ingin melakukan semacam upaya yang kontraproduktif dari perjanjian yang sebelumnya sudah disepakati, tetapi kita berhak mengajukan untuk melakukan review ulang," katanya.
Review ulang terhadap produk-produk yang dinilai belum siap bersaing dalam ACFTA untuk direnegosiasikan dinilainya sebagai tindakan yang wajar dan perlu dilakukan.
"Melindungi produk-produk UKM yang belum siap bersaing menurut saya perlu apalagi kita ingin membangun industri dari hulu ke hilir," katanya.
Menurut Neddy, dengan memberikan perlindungan misalnya penundaan implementasi tarif nol persen untuk produk tertentu dalam ACFTA memberikan waktu kepada pelaku UKM untuk membangun daya saing produknya.
Selain itu, UKM masih memerlukan waktu untuk menjaga stabilitas industrinya dari hulu ke hilir sebagai bentuk rangkaian aktivitas ekonomi yang mapan.
Neddy menambahkan, saat ini pemerintah sedang mendata sejumlah sektor yang akan dinegosiasikan ulang dalam ACFTA.
Ia berpendapat produk UKM yang belum dapat sepenuhnya bersaing harus diusulkan agar dilakukan penundaan implementasi tarif nol persen.
Pada 2002 disepakati perjanjian komprehensif kerja sama ekonomi ASEAN China yang menjadi basis negosiasi ASEAN China FTA yang dilaksanakan pada 2004.
Sejak diberlakukan pada 2004, maka tarif nol persen terus berjalan dan berlangsung menjadi 8.654 pos tarif yang sudah nol sebelum 2010, dan selama ini terus berlangsung.
Untuk ASEAN China FTA pada 2010 sebanyak 1.597 pos tarif sehingga total sampai dengan Januari 2010 menjadi 7.306 pos tarif yang menjadi nol persen.
Khusus untuk implementasi 2010, dalam ASEAN China FTA terdapat 228 pos tarif yang memerlukan pembicaraan ulang karena berpotensi melemahkan industri dalam negeri. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010