Jakarta (ANTARA News) - Institut Studi Transportasi (Instran) menghitung pemborosan yang dilakukan moda transportasi "busway" Transjakarta sebesar Rp30 miliar per tahun.
"Menguapnya uang puluhan miliar itu terutama disebabkan minimnya jumlah stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBBG) sebagai bahan bakar busway yang saat ini baru ada tiga," kata staf ahli Instran, Izzul Waro, dalam diskusi berjudul Enam Tahun Busway Transjakarta Berjalan Mundur di Jakarta, Kamis.
Minimnya jumlah SPBBG disebut Izzul membuat armada bus Transjakarta yang hendak mengisi bahan bakarnya harus menempuh waktu yang cukup lama dan membuang sia-sia bahan bakar yang ada.
Saat ini, baru tiga SPBBG yang menjadi tempat mengisi bahan bakar bagi armada Transjakarta, yakni di Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Pemuda, dan Rawa Buaya, untuk ratusan armada busway yang melayani delapan koridor.
Akibatnya, waktu mengisi bahan bakar yang lama juga berdampak kepada semakin lambatnya waktu kedatangan (headway) bus.
Setelah enam tahun dioperasikan, Instran menggarisbawahi beberapa hal yang masih harus dibenahi BLU Transjakarta, yakni jarak waktu kedatangan antarbus (headway), kepadatan penumpang, infrastruktur, kemacetan, serta tingkat kejahatan yang masih terjadi di dalam bus.
Selain itu, Izzul menyebut inefisiensi juga terjadi dalam jumlah petugas halte yang seharusnya bisa dikurangi jika BLU Transjakarta menerapkan sistem tiket elektronik. "Sehingga petugas tidak lagi perlu banyak di setiap halte, cukup dua petugas saja sehingga efisiensi anggaran untuk menggaji petugas bisa dilakukan," katanya.
Sistem tiket elektronik selain untuk menekan anggaran juga dibutuhkan untuk mengontrol pemasukan busway setiap hari.
"Soalnya saat ini tidak ada yang mengetahui angka pasti pemasukan busway setiap hari," katanya.
Tiket elektronik juga, kata Izzul, akan lebih murah daripada tiket kertas manual yang saat ini masih diterapkan di beberapa koridor.
"Dengan sistem tiket elektronik Pemprov tidak perlu lagi mencetak tiket masuk yang memakan banyak uang," katanya.
Tiket elektronik saat ini dilakukan di koridor I, II dan III, sementara tiket manual masih diterapkan di koridor IV-VIII.
Instran juga menyoroti mengenai wacana kenaikan tarif busway yang disebabkan oleh "kemenangan" konsorsium operator Transjakarta di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan menekankan bahwa tarif belum pantas untuk dinaikkan mengingat pelayanan yang diberikan busway belum maksimal.
"Kenaikan tarif harus sesuai dengan pelayanan yang optimal, sehingga masyarakat pengguna dapat memaklumi kebijakan tersebut," kata Direktur Eksekutir Instran Darmaningtyas.(*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010
kenapa tidak ada yang mengetahui angka pasti pemasukan busway setiap hari?
kenapa bisa di bilang rugi 30M / tahun? kalau penghasilan saja tidak tahu?
tahu gak sih rumus keuntungan itu?
Penghasilan-Modal=keuntungan
kalau keuntungan < modal = rugi
nah ini angka keuntungannya aja ga bisa di pastikan.
sepertinya mereka bukan berpikir pada pelayanan dll. melainkan ....
\"Menguapnya uang puluhan miliar itu terutama disebabkan minimnya jumlah stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBBG) sebagai bahan bakar busway yang saat ini baru ada tiga,\"
saya bisa mendapat poin dari berita ini setelah membacanya. tapi menurut saya, judul berita yang diberikan berpotensi besar utk menimbulkan \"mis-interpretasi\". makasih
Yuk benahi!