Purwokerto, Jateng (ANTARA) - Pakar air tanah dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Provinsi Jawa Tengah Adi Candra MT mengatakan upaya mencegah kekeringan perlu dilakukan dengan perencanaan matang agar berjalan efektif dan berkelanjutan.
"Perlu perencanaan matang yang bersifat jangka panjang untuk melakukan mitigasi kekeringan dan krisis air bersih agar dapat berjalan dengan berkelanjutan," katanya di Purwokerto Kabupaten Banyumas, Minggu.
Baca juga: BNPB: Operasi TMC lanjut ke kekeringan setelah penanganan karhutla
Adi yang merupakan dosen teknik geologi Unsoed tersebut menjelaskan perlu kesadaran bersama untuk mencegah krisis air bersih agar air tetap bisa diakses tanpa harus mengalami pengurangan yang drastis.
"Masyarakat dapat berperan aktif dengan cara lebih bijak dalam menggunakan air sesuai dengan kebutuhan. Selain itu masyarakat juga dapat berperan dalam menjaga keberadaan sumber-sumber air agar tidak hilang karena alih fungsi," katanya.
Baca juga: Kekeringan melanda tujuh provinsi di Indonesia, sebut BNPB
Dia mengatakan upaya untuk mencegah kekeringan dan krisis air bersih juga dapat dilakukan dengan meningkatkan ketersediaan sumber air.
"Meningkatkan ketersediaan sumber air bisa menjadi solusi jangka menengah untuk mengantisipasi kekeringan. Peningkatan ketersediaan sumber air bisa dilakukan dengan membangun sumur gali, sumur pantek, sumur air bor dalam, sumur resapan dan juga embung," katanya.
Baca juga: Gubernur Jateng minta perusahaan daerah bantu perbaiki irigasi
Upaya lainnya, kata dia, adalah dengan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana air bersih.
Sementara itu, alumni Magister Teknik Air Tanah ITB itu mengatakan kekeringan juga dapat dicegah dengan penanggulangan jangka panjang misalkan dengan melakukan reboisasi kawasan sabuk hijau sekitar waduk.
Selain itu, rehabilitasi lahan dan konservasi tanah lahan kritis, juga pengelolaan hutan bersama masyarakat hingga pembangunan demplot sumur resapan di wilayah rawan kekeringan," katanya.
Sebelumnya dia juga mengatakan bahwa perlu upaya mitigasi yang terintegrasi guna mencegah terjadinya kekeringan dan krisis air bersih yang bisa dimulai pada saat musim penghujan.
"Kelebihan air yang tidak tertampung ke dalam sungai harus dialirkan ke tempat lain atau ditampung dengan berbagai cara, misalnya bisa dibuatkan sumur-sumur resapan. Apabila topografi lingkungan membentuk mangkok, maka bisa juga dibuat embung-embung kecil," katanya.
Dia menambahkan jika ada bekas-bekas sumur, baik sumur gali maupun sumur bor yang sudah tidak digunakan, maka dapat juga dimanfaatkan untuk penampungan air.
"Atau bisa juga dengan menggunakan sistem panas air hujan atau berbagai upaya lainnya. Intinya pemilihan metode mitigasi air bersih ini dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah masing-masing dengan mempertimbangan komplesitas di lapangan dan melakukan simplifikasi yang bisa diterapkan dengan baik," katanya.
Dia menambahkan dengan memanfaatkan kelebihan air pada musim penghujan maka diharapkan dapat membantu menyiapkan cadangan air yang nantinya dapat dipergunakan pada musim kemarau.
Pewarta: Wuryanti Puspitasari
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020