Denpasar (ANTARA News) - Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan mengganti pita cukai untuk tiga jenis barang, yaitu label tanda pengawasan cukai (LTPC), pita cukai hasil tembakau serta pita cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA).
"Pita cukai tersebut akan segera diedarkan oleh pihak bea cukai," kata Direktur Cukai, Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Frans Rupang di Tuban Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Pada acara sosialisasi pergantian pita cukai itu, ia mengatakan, dengan adanya upaya pergantian pita cukai baru ini, paling tidak pemalsu pita cukai bisa ditekan.
"Dalam pita cukai baru yang kami luncurkan tahun 2010 ini, ada butir-butir dalam pita cukai yang sulit untuk dijiplak," kata Frans Rupang.
Ia mengatakan, meski dibuat dengan teknologi canggih dan ada hal tertentu yang sulit dijiplak. Namun bea cukai tetap saja tak bisa menjamin negara ini bersih dari peredaran pita cukai palsu.
"Kalau untuk menjamin bebas penjiplak, kami tidak bisa menjamin itu. Karena namanya maling selalu berusaha lebih canggih dari kami. Kami pun berusaha juga menyesuaikan keterampilan si maling itu," ujarnya serangkaian "roadshow" (kunjungan) ke beberapa kota untuk sosialisasi pita cukai baru tersebut.
Dari data yang dijelaskan pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pemalsu cukai pada tahun 2009 jumlahnya cukup tinggi, kerugian negara mencapai Rp16 triliun. Sehingga di masing-masing daerah yang menjadi pintu masuk barang impor di Indonesia berpotensi menderita kerugian mencapai Rp4,8 miliar.
Jumlah besaran sampai Rp16 triliun itu pun datang dari beragam jenis barang impor. Antara lain cukai rokok yang masuk tanpa cukai asli dan bea masuk bagi kendaraan asing yang lolos di sejumlah dermaga.
Dikatakan, pihak bea cukai sendiri berjanji akan memperbaiki kinerja di tahun ini, menjaga setiap pintu masuk barang impor di setiap dermaga dengan mengaktifkan "law enforcement" atau penegakan hukum di kepabeanan.
"Petugas kami akan melakukan pemeriksaan dan mengecekkan terhadap setiap kapal yang berlabuh," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010