Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim), Komjen Pol. Ito Sumardi mengatakan ada perbedaan pasal antara Polri dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan penetapan status tersangka terhadap pengusaha Anggodo Widjojo.

"Ini (penetapan tersangka) ada perbedaan pasal antara Polri dengan KPK. Kalau polisi susah mengenakan pasal apa," kata Ito di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis.

Ito menuturkan polisi kesulitan menyeret Anggodo karena jika dikenakan kasus suap tidak ada yang mengaku atau pelaku makelar kasus (markus) tapi tidak ada kasusnya sehingga polisi memandang harus rasional.

Namun demikian, Ito menuturkan pihak Polri menyambut baik langkah KPK yang menetapkan Anggodo sebagai tersangka karena kewenangan KPK.

Terkait dengan kasus Ary Muladi yang diduga tersangkut Anggodo, Ito menjelaskan pihaknya akan menindaklanjutinya karena kasus Ary dengan Anggodo terpisah.

Jenderal bintang tiga itu menyatakan kasus Ary Muladi berdasarkan laporan Anggodo yang menyerahkan sejumlah dana untuk menyuap pimpinan KPK agar menghentikan dugaan korupsi kakaknya Anggodo, yakni Anggoro melalui Ary Muladi.

"Anggodo melaporkan Ary Muladi karena diduga menggelapkan uang, namun Ary Muladi mengaku menyerahkan uang kepada Yulianto," ujar Ito seraya menambahkan polisi meyakini Yulianto sebagai tokoh fiktif.

Sebelumnya, Polri memeriksa Anggodo dalam sejumlah kasus dengan berusaha mengenakan beberapa pasal tentang tindak pidana, namun penyidik polisi tidak berhasil menetapkan Anggodo sebagai tersangka karena kurang alat bukti.

Kemudian Polri menyerahkan kasus Anggodo kepada KPK yang memiliki alat bukti rekaman penyadapan perbincangan antara pengusaha itu dengan sejumlah pejabat penegak hukum Kejaksaan Agung, termasuk pengacara Anggodo, Bonaran Situmeang.

Setelah menjalani pemeriksaan tiga kali, KPK menetapkan Anggodo sebagai tersangka dalam kasus dugaan percobaan penyuapan dan menghalangi penyidikan perkara korupsi, Kamis (14/1).

Anggodo diduga melakukan perbuatan melanggar hukum Pasal 15 dan atau pasal 21 dan atau Pasal 23 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman paling lama 12 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp600 juta.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010