sudah mendapat dukungan dari Majelis Syuro dan Raja SaudiJakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan rencana MPR menginisiasi pembentukan Majelis Syuro Dunia sudah sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 seperti tertuang pada alinea keempat pembukaan.
"Alinea ke empat, pembukaan UUD NRI Tahun 1945, antara lain berisi tentang perintah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Karena itu menginisiasi berdirinya Majelis Syuro Dunia, berarti melaksanakan amanat pembukaan UUD NRI Tahun 1945," kata Hidayat Nur Wahid (HNW) dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Baca juga: MPR: Pemahaman visi-misi cakada terkait pembangunan jangan sepenggal
Pernyataan itu disampaikan Hidayat secara virtual saat menjadi pembicara Seminar Nasional Pembentukan Lembaga Internasional Majelis Syuro Dunia, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Sabtu. Seminar Nasioanal tersebut diselenggarakan dalam rangka HUT MPR ke 75.
HNW menjelaskan saat ini penjajahan di atas dunia, belum sepenuhnya hilang sehingga berdirinya Majelis Syuro Dunia diharapkan bisa menjadi media perundingan damai untuk memberikan kemerdekaan bagi negara terjajah, seperti Palestina.
Baca juga: Bamsoet tegaskan MPR sebagai pengawal ideologi Pancasila
Dia menjelaskan rencana MPR menginisiasi lahirnya Majelis Syuro Dunia sudah mendapat dukungan dari Majelis Syuro dan Raja Saudi.
Menurut dia dukungan dari Majelis Syuro dan Raja Saudi disampaikan saat MPR melaksanakan kunjungan Muhibah ke Arab Saudi beberapa waktu lalu.
"Dukungan juga diberikan oleh Parlemen Maroko. Bahkan parlemen Maroko berjanji akan mengusahakan dukungan serupa dari negara-negara sekitarnya," ujarnya.
Baca juga: MPR dorong maksimalkan potensi maritim Indonesia sejahterakan rakyat
Politisi PKS itu mengatakan hingga saat ini belum ada satupun lembaga yang secara definitif berperan menjadi Lembaga Majelis Syuro Dunia.
Menurut dia, ada Lembaga kerjasama antara parlemen namun keanggotaannya tidak meliputi seluruh majelis permusyawaratan negara-negara pesertanya, padahal banyak negara yang memiliki sistem dua kamar.
Hidayat menolak bila disebut kehadiran Majelis Syuro Dunia akan menyebabkan tumpang tindih dengan lembaga-lembaga kerja sama yang sudah ada.
"Yang lebih tepat, Majelis Syuro Dunia yang akan diusahakan MPR akan melengkapi lembaga-lembaga kerjasama yang sudah berdiri selama ini," katanya.
Dia menilai langkah yang paling mudah dilakukan pada tahap pertama yaitu bisa berupa pembentukan forum ad hoc, yang ujungnya Majelis Syuro yang permanen.
Menurut dia, Indonesia sebagai inisator akan mengundang negara-negara lain yang memiliki pemikiran sama, untuk membahas isu tertentu.
"Membuat forum seperti ini semestinya tidak ada halangan, apalagi forum ad hoc juga bisa mengokohkan rencana pendirian majelis syuro yang seutuhnya. Sementara isu yang dibahas bisa tentang ekonomi, keadilan sosial atau lingkungan," ujarnya.
Seminar Nasional tersebut juga menghadirkan empat narasumber yaitu Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, mantan Ketua Program Kajian Timur Tengah di Universitas Indonesia, Dr. M. Luthfi Zuhdi, MA, Ketua Program Studi Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Dr. Fitra Arsil, Direktur Sosial Budaya Organisasi Internasional Negara Berkembang Kemenlu RI Kamapradita Isnomo.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020