Surabaya (ANTARA News) - Nyeri kepala yang berat, mendadak, dan kronis bisa menjadi pertanda aneurisma (kelainan pembuluh darah otak) yang dapat menyebabkan kematian.
"90 persen nyeri kepala yang berat dan mendadak itu aneurisma," kata Guru Besar Fakultas Ilmu Bedah Syaraf Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof. Dr. dr. Abdul Hafid Bajamal, Sp.BS., di Surabaya, Kamis.
Menurut guru besar ke-378 Unair yang dikukuhkan pada 16 Januari itu, aneurisma merupakan kelainan pada pembuluh otak yang berupa benjolan.
"Kalau nyeri kepala itu terjadi berulang-ulang seperti migran itu berarti aneurisma (benjolan) itu sudah pecah dan merembes, sehingga terasa sakit dan menyebabkan pingsan atau langsung meninggal," katanya.
Oleh karena itu, katanya, aneurisma yang dapat dikatakan sebagai 10 persen dari gejala penyakit stroke itu sebaiknya dideteksi sejak dini.
"Kalau di luar negeri, begitu terasa nyeri kepala yang berat, akut, dan mendadak, maka penderita langsung melakukan pemeriksaan secara MRI, namun hal itu cukup mahal," katanya.
Di Indonesia, katanya, deteksi dini dapat dilakukan dengan CT-Scan dan hal itu dapat dilakukan di Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya yang memang memiliki dokter ahli di bidang pembuluh darah.
"Penyebab aneurisma sendiri dapat bersifat genetik, tapi juga dapat diakibatkan hipertensi (darah tinggi) atau penyakit pembuluh darah lainnya
Kanker Rongga Mulut
Sementara itu, Guru besar dari Fakultas Bedah Mulut Unair Prof Dr drg Peter Agus Sp.BM(K) yang dikukuhkan bersama Prof Abdul Hafid menegaskan bahwa kanker rongga mulut di dunia menyebabkan satu orang meninggal dunia dalam sehari.
"Kalau di Amerika justru satu orang meninggal dunia dalam satu jam akibat kanker rongga mulut. Hal itu akibat kanker rongga mulut yang mudah menyebar," katanya.
Oleh karena itu, katanya, benjolan di dalam atau di luar mulut hendaknya segera diwaspadai, karena bila benar-benar terjangkit kanker akan mudah menyebar hingga ke paru-paru sehingga menyebabkan kematian.
"Gejala itu dapat juga diketahui bila mengalami sariawan yang tidak sembuh dalam dua minggu, atau bisa juga akibat perilaku seks yang menyimpang (oral seks)," katanya.
Sementara itu, Guru besar dari Fakultas Orthopaedi dan Traumatologi Unair Surabaya Prof Dr dr Achmad Sjarwani Sp.B Sp.OT yang juga dikukuhkan dalam waktu yang sama menyoroti cedera tulang yang sering diberi pengobatan yang salah.
"Hampir 85 persen masyarakat sering salah melakukan pengobatan bila mengalami cedera tulang, karena masyarakat cenderung mengobatinya dengan cara pengobatan alternatif (sangkal putung)," katanya.
Menurut dia, pengobatan yang salah akan menyebabkan cacat yang berkepanjangan, karena itu dirinya mendirikan Pusat Kesehatan Olahraga (Puskesor) pada tahun 2003.
"Saya mendirikan Puskesor, karena penelitian terhadap tulang kambing yang patah, ternyata dapat disembuhkan dengan olahraga atau gerakan yang benar setelah dua hari dilakukan reposisi tulang dengan diberi pen dan plang," katanya.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010